Larangan Menunggangkan Keledai di Atas Kuda

Dari ‘Ali bin Abi Thalib r.a, ia berkata, “Aku menghadiahkan seekor bighal untuk Rasulullah saw. lalu beliau pun menungganginya. ‘Ali berkata, ‘Bagaimana kalau sekiranya kita menunggangkan keledai di atas kuda? Sesungguhnya kami dahulu biasa melakukan seperti itu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya yang melakukan seperti itu adalah orang-orang yang tidak mengetahui’,” (Shahih, HR Abu Dawud [2565] dan an-Nasa’i [VI/224]).

Dari ‘Abdullah. bin ‘Abbas r.a, ia berkata: “Rasulullah saw. adalah seorang hamba yang mendapat perintah ilahi, beliau tidak pernah mengkhususkan bagi kami sesuatu kecuali tiga hal: ‘Beliau perintahkan kami agar menyempurnakan wudhu’, tidak memakan harta zakat dan tidak menunggangkan keledai di atas kuda’,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1761] dan an-Nasa’i [VI/224-225]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya perbuatan bighal, yaitu menunggangkan keledai di atas kuda, karena itu merupakan perbuatan orang yang tidak mengetahui. 
  2. Boleh menggunakan bighal (peranakan kuda dan keledai) sebagai tunggangan berdasarkan perbuatan Rasulullah saw, dan Allah juga telah mengaruniainya kepada ummat manusia. Allah. SWT berfirman, “Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bighal dan keledai, agar kamu me-nungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah mendptakan apa yang kamu tidak ketahuinya. “ (An-Nahl: 8)

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/506-507.