Dari ‘Aisyah r.a. isteri Rasulullah saw, bahwa ia berkata, “Rasulullah saw. berangkat menuju Badar, ketika sampai di Harratul Wabarah beliau ditemui oleh seorang laki-laki yang dikenal pemberani dan suka menolong. Gembiralah para Sahabat ketika melihatnya. Setelah bertemu dengan Rasulullah ia berkata, ‘Aku datang untuk mengikutimu dan bertempur bersamamu.’ Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?’ ‘Tidak!’ katanya. Rasul berkata, ‘Kembalilah, sesungguhnya aku tidak meminta bantuan kepada orang musyrik’.”
‘Aisyah melanjutkan haditsnya, “Kemudian Rasulullah saw. terus berjalan hingga ketika kami tiba di sebuah pohon, laki-laki tadi kembali menemui beliau. la mengajukan permintaannya sebagaimana yang pertama tadi. Dan Rasulullah berkata kepadanya seperti perkataan beliau di atas. Rasul berkata, ‘Kembalilah, aku tidak meminta bantuan kepada orang musyrik.‘ la pun kembali, lalu ia bertemu lagi di al-Baidaa’. Rasul kembali bertanya kepadanya seperti pertanyaan di atas, ‘Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?’ ‘Ya!’ jawabnya. Maka Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Sekarang bergabunglah’!” (HR Bukhari [1817]).
Dari Abu Humaid as-Sa’idi r.a, bahwa Rasulullah saw. keluar pada peperangan Uhud. Setelah melewati daerah Tsaniyatul Wadaa’ beliau bertemu dengan serombongan pasukan yang bersenjata lengkap. Rasulullah bertanya, “Siapakah mereka?” Para Sahabat menjawab, “Itu adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul bersama enam ratus sekutunya dari orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’, mereka adalah kabilah ‘Abdullah bin Sallam. Rasulullah bertanya, “Apakah mereka sudah masuk Islam?” Mereka menjawab, “Belum ya Rasulullah!” Rasulullah berkata, “Katakanlah kepada mereka agar mereka kembali saja karena kita tidak akan meminta bantuan kepada orang-orang musyrik untuk memerangi kaum musyrikin,” (Hasan Ligharihi, HR Ibnu Sa’ad dalam Thabaqaat al-Kubraa [II/48], ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [2580], al-Hakim [II/122], al-Baihaqi [IX/37] Ibnu Abi Syaibah [XII/394] dan [XIV/397]).
Dari Khubaib bin ‘Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, “Aku dengan seorang laki-laki dari kaumku datang menemui Rasulullah saw. saat beliau hendak berangkat berperang, saat itu kami belum lagi masuk Islam.” Kami berkata, “Kami malu membiarkan kaum kami berperang sedangkan kami tidak turut serta membantu mereka.” Rasulullah bertanya, “Apakah kalian berdua sudah masuk Islam?” Kami menjawab, “Belum.” Rasulullah berkata, “Sesungguhnya kami tidak meminta bantuan kepada orang-orang musyrik untuk memerangi kaum musyrikin.”
Maka kami pun masuk Islam dan ikut berperang bersama beliau. Aku berhasil membunuh seorang laki-laki akan tetapi ia juga berhasil mencederaiku dengan pukulannya. Kemudian aku menikahi puterinya setelah itu. la (isteriku itu) berkata, “Sungguh akan kubinasakan orang yang telah mencederaimu seperti ini.” Aku berkata, “Tidak, engkau tidak dapat membinasakan laki-laki yang telah mempercepat ayahmu menuju Neraka,” (Hasan, HR al-Bukhari dalam Tariikh Kabiir [III/209], Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al-Kubraa [III/534-535], Ahmad [III/454], ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [2577], al-Hakim [II/121-122], al-Baihaqi [IX/37], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [4194 dan 4195]).
Kandungan Bab:
- Zhahir hadits-hadits bab di atas menunjukkan haramnya meminta bantuan kepada kaum musyrikin. Sebagaimana yang dikatakan oleh asy-Syaukani dalam Nailul Authaar (VIII/45), “Akhirnya, zhahir dalil ini menunjukkan tidak dibolehkannya secara mutlak meminta bantuan kepada siapa saja yang masih musyrik.”
- Seluruh hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits-hadits bab di atas adalah tidak shahih karena seluruhnya adalah mursal. Adapun riwayat yang shahih tidaklah menunjukkan pembolehannya. Namun hal itu dilakukan atas inisiatif dari kaum musyrik seperti Shafwan bin Umayyah, bukan atas permintaan dari Rasulullah saw.
Ath-Thahawi berkata dalam Musykilul Aatsaar (VI/414), “Ada yang berkata, ‘Apakah hadits yang kalian riwayatkan tentang kisah Shafwan bin Umayyah yang berperang bersama Nabi saw. sedangkan ia masih musyrik akan membatalkan hadits-hadits lain yang kalian riwayatkan dalam bab ini dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kami tidak meminta bantuan kepada orang musyrik?’ Jawaban kami kepadanya -dengan memohon taufik Allah SWT, ‘Hadits yang kami riwayatkan berkenaan dengan kisah Shafwan bin Umayyah tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits lain yang kami riwayatkan dalam bab ini bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya kami tidak akan meminta bantuan kepada orang musyrik.’ Karena Shafwan berperang bersama beliau atas inisiatif-nya sendiri bukan atas permintaan dari Rasulullah saw. Ini menunjukkan bahwa beliau saw. menolak meminta bantuan kepadanya dan kepada orang-orang yang semisalnya. Namun, Rasulullah saw. tidak melarang mereka ikut berperang bersamanya atas inisiatif mereka sendiri.”
- Sebagian ulama membolehkan Imam (penguasa) meminta bantuan kepada orang-orang musyrik dengan dua syarat: Pertama: Jumlah kaum Muslimin sedikit dan kondisinya sangat mendesak untuk itu. Kedua: Orang-orang musyrik tersebut dapat dipercaya dan tidak di-khawatirkan mereka akan berkhianat.
Saya katakan, “Mungkin ditambahkan syarat ketiga, yaitu hendaklah kalimat kaum muslimin yang paling menentukan dan mereka berperang di bawah panji kaum muslimin, bukan sebaliknya.”
Namun, bila kita perhatikan baik-baik hadits Aisyah r.a. tadi dapat kita ketahui bahwa syarat-syarat ini tertolak. Di peperangan Badar jumlah kaum Muslimin sangat sedikit dan lemah, namun demikian Rasulullah saw. tidak mengizinkan orang musyrik ikut serta hingga ia masuk Islam. Tidak diragukan lagi tentu dalam kondisi tersebut tidak dikhawatirkan pengkhianatannya, karena ia hanyalah seorang diri dan juga ia berperang di bawah panji Rasulullah saw.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/475-477.