Larangan Meninggalkan Keahlian Memanah Setelah Mempelajarinya

Dari ‘Abdurrahman bin Syimamah bahwa Fuqaim al-Lakhmi berkata kepada ‘Uqbah bin ‘Amir r.a, “Untuk apa engkau mondar mandir antara dua sasaran ini sementara engkau sudah berusia lanjut lagi pula hal itu sangat menyusahkanmu?” ‘Uqbah berkata, “Kalau bukan karena perkataan yang aku dengar dari Rasulullah saw. niscaya aku tidak melakukannya!”

Al-Harits berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu Syimamah, perkataan apa itu?” la menjawab, ‘Uqbah berkata, “Barangsiapa mahir memanah kemudian ia meninggalkannya, maka ia bukan dari golonganku atau ia telah berbuat durhaka,” (HR Muslim [1919]).

Kandungan Bab:

  1. Larangan keras melupakan ilmu memanah setelah mempelajarinya.

    An-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim (XIII/65), “Ini merupakan ancaman keras melupakan keahlian memanah setelah mempelajarinya, hukumnya sangat makruh bagi yang meninggalkannya tanpa udzur.”

    Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadiir (VI/181), “Barangsiapa mengetahui ilmu memanah kemudian ia meninggalkannya, maka ia bukanlah orang yang berakhlak dengan akhlak Islam, bukan termasuk orang yang mengamalkan Sunnah Nabi atau ia tidak ada hubungannya dengan kaum Muslimin dan tidak termasuk golongan mereka. Ini lebih berat daripada orang yang tidak mempelajarinya, karena ia tidak termasuk dalam golongan mereka. Adapun orang ini telah masuk golongan mereka kemudian keluar. Seolah-olah ia melecehkannya. Dan termasuk mengkufuri nikmat yang sangat penting ini. Oleh karena itu, sangat makruh hukumnya disebabkan ancaman yang sangat keras tersebut.” 

  2. Anjuran mempelajari ilmu memanah, berlomba memanah dan adu keberanian serta serius menekuninya karena hal itu termasuk bukti keinginan diri untuk berjihad fi sabilillah. Dan juga ilmu tersebut dapat melumpuhkan musuh dan termasuk sebaik-baik alat bantu dalam peperangan meskipun jihad belum lagi hidup sekarang ini di tengah ummat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Uqbah bin Amir r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Akan dibukakan untuk kalian negeri-negeri dan Allah akan memenangkan kalian, maka janganlah kalian merasa lemah untuk bermain dengan panah-panahnya’,” (HR Muslim [1918]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/472-473.