Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil
Dari ‘Abdullah bin Yazid al-Anshari r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang perampasan dan mutslah (penyiksaan dengan memotong-motong anggota tubuh),” (HR Bukhari [2474]).
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seseorang yang berzina disebut Mukmin saat ia sedang berzina, tidaklah seseorang yang minum khamar disebut mukmin saat ia sedang minum khamar, tidaklah seseorang mencuri disebut mukmin saat ia sedang mencuri dan tidaklah disebut mukmin seseorang yang merampas sebuah barang sehingga orang-orang menolehkan pandangan mereka kepadanya saat ia merampasnya,” (HR Bukhari [2475] dan Muslim [57]).
Dari anas bin Malik r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang merampas, maka ia bukan dari golongankami’,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1601]).
Dari Tsa’labah bin al-Hakam r.a, ia berkata, “Kami menemukan kambing milik musuh. Lalu kami merampasnya, lalu kami masak dalam kuali kami. Rasulullah saw. melewati kuali tersebut. Beliau memerintahkan agar membuangnya, maka akupun menumpahkan isinya kemudian beliau berkata, ‘Sesungguhnya merampas itu tidak halal’,” (Shahih, HR Ibnu Majah [3938], Ahmad [V/367], ‘Abdurrazzaq [18841], ath-Thayalisi [1195], Ibnu Hibban [5169], al-Hakim [II/134], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [1371 dan 1380]).
Dari seorang laki-laki dari kaum Anshar, ia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah saw. dalam sebuah perjalanan. Para anggota rombongan mendapat kesulitan dan keletihan. Lalu mereka menemukan seekor kambing lalu merampasnya. Sehingga kuali kami menggelegak karena memasaknya. Tiba-tiba Rasulullah saw. datang dan berjalan dengan membawa busurnya. Beliau menumpahkan kuali kami dengan busurnya tersebut. Kemudian menutupi dagingnya dengan tanah. Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya barang rampasan tidak lebih halal daripada bangkai.” Atau beliau mengatakan, “Sesungguhnya bangkai tidak lebih halal daripada barang rampasan.” Keragu-raguan ini berasal dari Hannad, (Shahih, HR Abu Dawud [2705]).
Dalam bab ini diriwayatkan juga dari beberapa orang Sahabat di antaranya, ‘Imran bin al-Hushain, Jabir bin ‘Abdillah, Khalid bin Zaid, Rafi’ bin Khadij, ‘Amr bin ‘Auf dan Zaid bin Khalid. Namun sanad-sanadnya tidak terlepas dari komentar.
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya seseorang mengambil barang yang bukan miliknya secara terang-terangan. Karena merampas harta orang lain tidaklah dibolehkan.
- Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarhus Sunnah (VIII/228), “Sebagian orang mengartikan an-nuhbaa yang disebutkan dalam hadits untuk sekelompok orang yang merampas ghanimah tanpa memasukkannya ke dalam harta yang akan dibagikan. Atau seseorang menghidangkan makanan kepada mereka lalu mereka merampasnya. Masing-masing orang mengambil menurut kekuatannya atau yang sejenis dengan itu. Karena sesungguhnya merampas harta kaum Muslimin hukumnya haram, tentu tidak samar lagi bagi siapapun. Barangsiapa melakukannya, maka ia berhak mendapat hukuman dan peringatan keras, wallaahu a’lam.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/384-386.