Dari Ruwaifi’ bin Tsabit al-Anshari bahwa ia berkhutbah di hadapan kami dan berkata, “Sungguh aku tidak berbicara kepada kalian melainkan sesuatu yang telah aku dengar dari Rasulullah saw, beliau berkata pada hari peperangan Hunain, ‘Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menyiramkan airnya ke tanaman orang lain, yakni menyetubuhi wanita hamil (dari orang lain). Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menggauli tawanan wanita hingga ia memastikan ketidak hamilannya. Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menjual ghanimah (harta rampasan perang) sehingga dibagikan’,” (Hasan, HR Abu Dawud [2158], Ahmad [IV/108 dan 108-109], al-Baihaqi [VII/449]).
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang menjual harta rampasan perang (ghanimah) sehingga dibagikan, melarang menggauli tawanan wanita yang hamil hingga melahirkan kandungannya dan melarang memakan daging binatang buas yang bertaring,” (Shahih, HR an-Nasa’i [VII/301], ad-Daraquthni [III/68-69], al-Hakim [II/137], Abu Ya’la [2414]).
Kandungan Bab:
Haram hukumnya menjual ghanimah (harta rampasan perang) sebelum dibagikan. Sebabnya ada dua:
- Yang berhak membagikan ghanimah adalah imam (pemimpin), tidak halal bagi siapa pun mengambil sesuatu darinya. Jika ia mengambilnya lalu menjualnya, maka perbuatan itu termasuk ghulul. Dan ghulul hukumnya haram.
- Karena belum ada kepemilikan sebelum dibagikan. Sebab sebelum dibagikan, orang-orang yang berhak menerima ghanimah tidak mengetahui bagian mana yang bakal diberikan kepadanya. Jika ia menjual bagiannya sebelum dibagikan berarti ia telah menjual sesuatu yang majhul (tidak diketahui barangnya), wallaahu a’lam.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/290-291.