Larangan Jual Beli Bangkai

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. pada tahun penalukan kota Makkah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan berhala.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut anda lemak bangkai sesungguhnya benda itu dipakai untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan dipakai untuk bahan bakar lampu oleh manusia?” Rasulullah saw. berkata, “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, ketika Allah mengharamkan atas mereka lemak, mereka memanaskannya (hingga cair) kemudian menjualnya dan memakan hasil penjualannya,” (HR Bukhari [2236] dan Muslim [1581]).

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, diharamkan atas mereka lemak, namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya,” (HR Bukhari [2234] dan Muslim [1583]).

Kandungan Bab:

  1. Tidak boleh memperdagangkan bangkai, hukumnya haram dan sejauh yang saya yang ketahui tidak ada perselisihan pendapat dalam masalah ini. 
  2. Dikecualikan bangkai ikan dan belalang, karena bangkai keduanya halal demikian pula menjualnya. 
  3. Tidak boleh memanfaatkan lemak bangkai ataupun minyaknya. 
  4. Tidak boleh memanfaatkan bangkai kecuali kulitnya setelah disamak. Bila disamak, kulit bangkai menjadi suci.

    Al-Baghawi berkata (VIII/27), “Haramnya jual beli khamr dan bangkai merupakan dalil haramnya benda-benda najis meskipun dapat dimanfaatkan dalam kondisi darurat, seperti tinja (kotoran) yang dijadikan pupuk atau yang sejenisnya. Dalam hadits ini juga merupakan dalil tidak dibolehkannya menjual kulit bangkai sebelum disamak, karena termasuk najis. Adapun setelah disamak dibolehkan menurut mayoritas ahli ilmu, berdasarkan sabda Nabi saw, “Kulit apa saja yang disamak, maka menjadi suci.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/274-275.