Hukum Meninggalkan Zakat

Bagaimana hukum meninggalkan zakat itu? Apakah ada perbedaan antara orang yang meninggalkannya karena menentang, karena pelit, dan karena malas?

Jawab:

Bismillah, segala puji hanya bagi Allah, dan semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah atas rasulullah, keluarga beliau dan para sahabatnya, wa ba’du:

Mengenai meninggalkan zakat, hukumnya harus diperinci. Jika meninggalkan zakat karena menentang kewajibannya, padahal seluruh syarat wajib zakat dimilikinya, maka dia telah kafir menurut ijma` meski ia mengeluarkan zakat, selama ia menentang kewajiban tersebut.

Adapun jika meninggalkan zakat karena pelit atau karena malas, orang seperti ini dianggap sebagai orang fasik yang telah mengerjakan sebuah dosa besar. Orang ini tergantung kepada masyi`ah (kehendak) Allah jika meninggal atas perbuatan tersebut, Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S An-Nisa: 8)

Al-Qur`an dan as-sunnah yang mutawatir telah menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan zakat akan disiksa pada hari kiamat dengan hartanya yang tidak dizakati. Kemudian ia melihat kemana arah jalannya, apakah ke neraka atau surga. Ancaman ini diberikan kepada orang yang meninggalkan zakat bukan karena menentang kewajibannya. Allah berfirman dalam surat At-Taubah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ  يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,  pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.S Taubah: 34-35)

Sedangkan hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga menjelaskan hal yang sama, seperti yang telah dijelaskan oleh al-qur`an mengenai siksaan orang-orang yang tidak menzakati emas dan perak. Hadits-hadits itu juga menjelaskan siksaan pedih bagi orang-orang yang tidak menzakati binatang ternak mereka, seperti unta, lembu dan kambing. Orang-orang itu bakal disiksa oleh binatang mereka sendiri di hari kiamat.

Sedangkan yang meninggalkan zakat uang kertas dan barangbarang dagangan, maka hukumnya seperti orang yang meninggalkan zakat emas dan perak. Karena uang itu berperan sama seperti barang dagangan, emas dan perak. Sekarang mengenai orang-orang yang meninggalkan zakat, karena menentang kewajibannya. Orang-orang itu hukumnya sama seperti orang-orang kafir, mereka akan dikumpulkan bersama orang-orang kafir itu dalam neraka. Siksaan mereka terus menerus dan kekal seperti layaknya orang-orang kafir.

Karena Allah telah menceritakan mereka dalam surat al-Baqarah,

كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ

“Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (Q.S Al-Baqarah: 167)

Dan dalil-dalil lainnya dalam masalah ini masih sangat banyak.

 

Sumber: Tuhfatul Ikhwan bi Ajwibatin Muhimmah Tata’allaqu bi Arkanil Islam oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz