Hukum Orang Miskin Ambil Harta Orang Kaya untuk Dibagikan?

Mencuri

Ada seorang miskin mengambil zakat dari orang kaya dengan alasan akan membagikannya, kemudian dia mengambilnya, bagaimana hukumnya tindakan semacam ini?

Jawaban:

Tindakan semacam ini hukumnya haram dan bertentangan dengan amanah, karena pemilik zakat itu telah mempercayainya sebagai wakil agar dia memberikan zakatnya kepada orang lain, tetapi dia mengambil untuk dirinya sendiri. Para ulama telah menjelaskan bahwa seorang wakil tidak boleh membelanjakan dari apa yang diwakilkan kepadanya untuk dirinya sendiri. Maka dari itu, yang harus dilakukan orang itu adalah menjelaskan kepada pemiliknya bahwa apa yang diambilnya dulu telah dibelanjakan untuk dirinya sendiri, jika diperbolehkan maka tidak apa-apa dan jika tidak boleh maka dia harus bertanggung jawab untuk mengganti harta itu dan membayarkannya sebagai zakat orang yang mewakilkan kepadanya itu.

Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan kepada masalah yang sering dilakukan oleh orang-orang bodoh, yaitu tentang orang miskin yang biasanya mengambil zakat, kemudian dia diberi kekayaaan oleh Allah, tetapi orang-orang masih memberinya zakat karena mereka menganggapnya masih miskin, dan diapun mengambilnya. Di antara mereka ada yang mengambilnya dan memakannya seraya berkata, “Saya tidak meminta kepada manusia tetapi ini adalah rizki yang diberikan Allah kepadaku.” Tindakan semacam ini haram hukumnya, karena orang yang diberi kekayaaan oleh Allah haram baginya untuk mengambil zakat.

Di antara manusia ada yang mengambilnya kemudian memberikannya kepada orang lain tanpa menyatakan bahwa dia adalah wakil dari pembayar zakat. Perbuatan ini juga haram hukumnya dan tidak halal baginya utuk membelanjakannya tanpa sepengetahuan pihak yang pertama, maka dia harus mengganti zakat itu jika pemiliknya tidak mengizinkannya untuk dibelanjakan.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa Arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 470 — 471.