Zubair bin Al-Awwam

Mubasyirun

1. Nama dan Nasab

Nama lengkap beserta nasab adalah Zubair bin A-Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Terkenal sebagai pengikut setia Rasulullah dan anak bibi beliau, Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sahabat ini termasuk orang dijamin masuk surga, dan salah seorang dari enam ahlus syura, juga sebagai orang yang pertama kali menghunus pedang di jalan Allah. Kunyah nya adalah Abu Abdillah.

Zubair masuk islam dalam usia yang relatif muda, 16 tahun. Saat beruisa 18 tahun, dia ikut berhijrah ke Madinah. Tatkala mengetahui keislaman sahabat ini, sang paman (Naufal bin Khuwailid) pun menyiksanya dengan mengikat badannya dan menyulut kulitnya dengan api. Walaupun demikian, dia tetap mengatakan: “Aku tidak akan kembali kepada kekufuran, selama-lamanya!” (Tarikh Dimasyq (IX/13), Siyar A’lamin Nubala’ (III/26), Tahdzibut Tahdzib (III/284))

Zubair memiliki postur yang sangat tinggi. Sampai-sampai kedua kakinya menyentuh tanah ketika dia menunggangi kendaraannya. Dia juga mempunyai rambut dan bulu yang lebat. Sahabat ini masuk islam melalui ajakan Abu Bakar Ash-Shidiq bersama keislaman Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf , Sa’ad bin Abi Waqash.

2. Jihad di Jalan Allah

Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya (Urwah bin Zubair) a bercerita, suatu ketika Aisyah berkata kepadanya: “Wahai anak saudara perempuanku , dua ayahmu, yakni Zubair bin Awwam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, termasuk orang yang disebut dalam Al-Qur’an:

الَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِلهِ وَالرَّسُوْلِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ ……

“Yaitu orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud)….” (Q.S Ali-Imran: 172)

Yaitu setelah kaum musyrikin meninggalkan gunung Uhud. Nabi dan para sahabat beliau mengalami luka sebagaimana luka yang di alami kaum musyrikin. Karena kekhawatiran musuh islam itu akan kembali, beliau lantas bertanya: “Siapakah yang berani mengejar mereka, agar menduga kita masih memiliki kekuatan? Abu Bakar dan Zubair pun langsung menyanggupi. Lalu, bersama tujuh puluh prajurit Muslim yang lain, keduanya lalu bergerak mengejar kaum musyrikin. Ketika mendengar kedatangan pasukan Muslimin ini kaum musyrikin segera pergi. Kemudian Allah berfirman yang artinya:

 

“Maka merek akembali dengan nikmat dan karunianya (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana…” (Q.S Ali Imran: 174)

Maksud ayat diatas yaitu mereka tidak mendapati musuh tersebut.”

Jabir bin Abdullah menuturkan bahwasanya Rasulullah pernah bertanya pada Perang Khandaq: “Siapakah yang akan mengabari kita perihal kondisi kaum Yahudi Bani Quraizah? Zubair menjawab: “Aku.” Zubair pun pergi dengan menunggang kuda, lalu dia kembali dan mengabarkan kondisi mereka. Rasulullah kembali menanyakan hal yang sama, untuk kedua kalinya lagi-lagi Zubair menjawab “Aku.”

Maka Zubair pergi seperti sebelumnya. Lantas untuk ketiga kalinya Rasulullah menanyakan hal yang sama dan Zubair juga menjawab sebagaimana tadi. Kemudian, Nabi bersabda: “Setiap Nabi memiliki pengikut setia, dan pengikut setiaku adalah Zubair.” (H.R Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Hisyam bin Urwah juga pernah menceritakan dari ayahnya, Bahwa Ibnu Zubair yakni Abdullah menyerukan kepada ayahnya “Wahai ayahku, aku melihatmu mengendarai kudamu yang berbulu pirang saat perang Khandaq.” Zubair pun bertanya: “Benarkah kamu melihat aku, hai anakku?” Ibnu Zubair menjawab: “Ya, benar.” Lalu Zubair menjelaskan: “Sesungguhnya pada saat itu Rasulullah bersumpah dengan menyebut kedua orang tuanya, untuk menyemangatiku. Beliau berseru kepadaku: “Panahlah musuh, ayah dan ibuku jadi tebusanmu!”  (H.R Ahmad dan Ibnu Majah)

Dari Abu Zinad ia bertutur: “Saat Perang Khandaq Zubair bin Awwam menebas kepala Utsman bin Abdullah bin Al-Mughirah beserta tutup kepalanya yang terbuat dari besi dengan pedangnya hingga membelah tubuhnya sampai ke bagian qurbus. Orang-orang yang menyaksikan hal itu takjub dan berseru: “Alangkah tajamnya pedangmu!” Namun Zubair marah, karena dia berharap yang menebas (habis tubuh musuh islam) itu bukanlah pedangnya, melainkan tangannya sendiri. (Siyar A’lamin Nubala’ (III/32)

3. Kedermawanan

Mughits bin Sumayya bercerita: “Zubair mempunyai seribu orang mamluk (para penguasa yang daerahnya di taklukkan oleh kepemimpinannnya) setiap mamluk tersebut mengirimkan upeti kepadanya secara rutin. Akan tetapi, tidak ada satu pun upeti mereka yang masuk ke rumahnya. Hal ini dikarenakan dia menyedekahkan semua harta tersebut. (Siyar A’lamin Nubala’ (III/35)

4. Kegemaran dalam Shalat

Diriwayatkan Abu Raja’ Ath-Tharidi ia berkata: “Pada suatu hari, aku melihat Zubair bin Awwam di datangi seorang laki-laki. Laki-laki itu bertanya: “Apa alasan kalian wahai para sahabat Rasulullah, Aku melihat kalian sebagai pribadi yang gemar mengerjakan shalat.” Zubair menjawab: “Karena kami selalu merasa waswas (terhadap keimanan di hati ini). (Siyar A’lamin Nubala’ (III/35) Tarikh Dimasyq (IX/23) )

5. Kepedulian terhadap Utang

Dari hisyam bin Urwah dari ayahnya (Urwah bin Zubair) dari Abdullah bin Zubair, ia bercerita: “Ketika Zubair bin Awwam terlihat dalam perang Jamal, dia memanggilku. Lalu aku pun berdiri disisinya. Kemudian Zubair berkata: “Hai anakku, sesungguhnya Al-Awwam tidaklah di bunuh melainkan oleh orang yang zalim atau yang dizalimi. Sungguh firasatku mengatakan bahwa aku akan terbunuh pada hari ini sebagai orang yang dizalimi. Maka suatu hal yang paling merisaukanku adalah utangku. Adakah sisa harta yang cukup untuk membayar utang? Hai anak-anakku juallah harta kita dan lunasilah utang-utangku. Aku berwasiat dengan sepertiga sisa hartaku. Dan sepertiga dari nilai wasiat itu untuk anak-anakmu.” (H.R Bukhari)

6. Wafat

Zubair bin Awwam terbunuh pada Perang Jamal dalam usia 75 tahun ada yang mengatakan 60 tahun. Zubair gugur dibunuh oleh Ibnu Jarmuz. Semoga Allah merahmati dan meridhai Zubair.

 

Sumber: Al-‘Asyarah Al-Mubasysyaruuna bil Jannah, Muhammad Ahmad Isa, edisi bahasa Indonesia 10 Sahabat Nabi Dijamin Masuk Surga, penerjemah: Fajar Kurnianto, S.Th.I, Penerbit Pustaka Imam Syafii, Jakarta