A. Nama dan Nasab
Nama dan nasabnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu-ay. Sahabat ini terkenal dengan kunyahnya Abu Muhammad.
Abdurrahman termasuk sepuluh orang sahabat yang di jamin masuk surga. Termasuk pula salah seorang anggota ahli syura selain Zubair bin Awwam, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdurrahman bin Auf. Termasuk juga dalam orang-orang yang pertama kali masuk islam.
Abdurrahman bin Auf ikut seta dalam Perang Badar. Sahabat Nabi yang merupakan salah satu dari delapan orang yang bersegera memeluk islam ini berasal dari suku Quraisy, tepatnya yaitu keturunan keluarga az-Zuhri.
Pada masa jahiliyah, namanya adalah Abdu Amr, tetapi ada juga yang mengatakan, Abdul Ka’bah. Kemudian pada masa islam Nabi mengganti namanya menjadi Abdurrahman.
Dari Anas bin Malik ia bertutur Bahwasanya ketika berhijrah (ke Madinah) Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’. Lalu Sa’ad berkata kepada Abdurrahman: “Aku punya dua bidang kebun, pilihlah dari dua kebun itu sesukamu.” Abdurrahman menjawab: “Tidak perlu, akan tetapi tunjukan saja kepadaku dimana letak pasar.” (Sahabat ini pun berdagang dipasar madinah) sehingga harta Aburrahman berlimpah ruah.
Bahkan sampai tujuh ratus hewan angkut diserahkan kepadaya untuk membawa gandum, tepung, dan makanan.
Anas melanjutkan, ketika aku masuk Madinah, penduduk kota ini merasakan bumi bergetar (karena dilalui hewan-hewan milik Abdurrahman bin Auf yang mengankut gandum, tepung, dan makanan itu.
Kemudian kabar tersebut terdengar oleh ibunda Aisyah, lalu dia menyatakan: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
عَبْدُ الرَّحْمَانِ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا حَبْوًا
“Abdurrahman bin Auf tidak masuk surga melainkan dengan merangkak.” (H.R Ahmad dan Ath-Thabarani dalam majmu’ kabir, dha’if)
Ketika pernyataan ini diketahui oleh Abdurrahman bin Auf dia segera berkata: “Wahai ibunda, aku persaksikan kepadamu bahwa semua barang yang dibawa hewan-hewan angkutku beserta pelana-pelanannya aku sedekahkan di jalan Allah.
Diantara keistimewaan Abdurrahaman bin Auf adalah jaminan Nabi terhadap dirinya dengan surga. Ia termasuk pejuang muslim yan ikut serta dalam Perang Badar, yang kepada mereka di serukan “berbuatlah sekehendak kalian.” Juga termasuk orang-orang yang ikut dalam Bai’atu Ridhwan, yang mereka disebut oleh Allah dalam Al-qur’an:
لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ إِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ….
“Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon…” (Q.S Al-Fath: 18)
Disamping itu Rasulullah pernah shalat dibelakang atau menjadi makmum Abdurrahman bin Auf.
B. Kedermawanan, Ketulusan dan Kebaikan.
Qatadah berkata mengenai firman Allah:
اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي الصَّدَقَاتِ …..
“(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang yang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela….” (Q.S Taubah: 79)
Menjelaskan sebab turunnya ayat ini: “Abdurrahman bin Auf menyedekahkan setengah hartanya, yaitu sebanyak empat ribu dinar, tetapi orang-orang munafik malah berkata: “Abdurrahman benar-benar sombong.” (Siyar ‘Alamin Nubala’(III/49))
Dari Muhammad bin Syihab Az-Zuhri ia meriwayatkan bahwasanya Ibnu Auf yakni Abdurrahman telah menyedekahkan setengah hartanya, yakni empat ribu pada masa Rasulullah. (Siyar ‘Alamin Nubala’ (III/50))
Kemudian ia menyedekahkan lagi hartanya sebesar empat puluh ribu. Abdurrahman menyedekahkan juga hartanyaa yang berupa lima ratus ekor kuda dan lima ratus ekor unta untuk keperluan jihad di jalan Allah. Semua harta yang dimilikinya didapatkan dari hasil perniagaan. (Siyar ‘Alamin Nubala’ (III/51))
Abdullah bin Syaqiq pernah menuturkan, suatu ketika Abdurrahman bin Auf menemui Ummua Salamah, lalu dia berkata: “Wahai Ummul Mukminin, aku khawatir kalau-kalau aku meninggal nanti, akulah orang Quraisy yang berharta banyak. Dan, aku telah menjual hartaku secara sukarela seharga empat puluh ribu dinar.” Ummu Salamh berkata: “Wahai anakku, berinfaqlah kamu! Karena sesungguhnya, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya diantara para sahabatku adaorang yang tidak melihatku setelah aku meninggakanlnya (wafat).”
Abdurrahman bin Auf lantas menuturkan: “Aku bergegas menemui Umar bin Khathab lalu memberitahukan kepadanya mengenai hal tersebut. Umar lantas menemui Ummu Salamah, lalu berkata: “Demi Allah, apakah aku salah seorang diantara para sahabat beliau itu? Ummu Salamah menegaskan: “Bukan kamu, dan aku tidak akan memberitahukan seorang pun setelahmu.” (H.R Ahmad, hasan)
Dari Abu Hurairah ia bertutur: “Bahwasanya suatu ketika Rasulullah bersabda:
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَاءِيْ
“Orang yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik memperlakukan istri-istriku (Ummahatul Mukminin).”
Setelah itu Abdurrahman berwasiat kepada istri-istrinya dengan kebun yang sudah ditentukan, yakni seharga empat ratus ribu.” (H.R Al-Hakim, shahih sesuai syarat Muslim menurut Al-Hakim)
Thalhah bin Abdullah bin Auf bercerita: “Penduduk Madinah seolah menjadi keluarga Abdurrahman bin Auf. Sepertiga harta Abdurrahman dialokasikan untuk pinjaman mereka, sepertiga lagi digunakan untuk membayar utang-utang mereka dan sepertigannya lagi digunakan untuk menyambung silaturahmi (antar sesama mereka). (Mukhtashar Tarikh Dimasyq (IV/359) , dan Siyar A’lamin Nubala (III/55))
C. Kelembutan Hati, Tangisan dan Ketawadu’an
Dari Sa’ad bin Ibrahim dari ayahnya ia bertutur: “Suatu ketika Abdurrahman bin Auf diberi makanan pada saat sedang berpuasa. Tiba-tiba dia menyatakan; “Mush’ab bin Umair gugur dalam peperangan, padahal dia lebih baik daripadaku. Kemudian dia dikafani dengan selendangnya: jika kepalanya ditutup maka kedua kakinya terlihat, dan jika kedua kakinya ditutup maka kepalanya terlihat.”
Atau dia menyatakan: “Hamzah bin Abdul Muthalib juga gugur dalam peperangan, padahal dia lebih baik dari pada aku. Tidak ada yang bisa unutk mengkafaninya kecuali selendangnya. Setelah itu, dunia dimudahkan untuk kami seperti yang terlihat.”
Atau dia menyatakan: “Kami diberikan dunia seperti yang kita lihat. Kami khawatir kalau-kalau ternyata pahala kebaikan kami disegerakan pemberiannya di dunia.” Lantas Abdurrahman pun menangis sehingga tidak jadi menyantap makanan tersebut. (H.R Bukhari)
Naufal bin Iyas al-Hudzali menceritakan: “Pada suatu hari Abdurrahman bin Auf duduk-duduk bersama kami. Sungguh dia adalah teman duduk yang paling baik. Dengan bersahaja dia meluangkan waktu satu hari sehingga kami bisa bertemu di rumahnya.
Biasanya dia masuk ke rumahnya, baru kemudian mandi. Seteah itu, dia keluar dan duduk-duduk bersama kami.
Kami di suguhi sebuah piring yang berisi roti dan daging. Ketika piring itu diletakkan, tiba-tiba dia menangis. Maka kami pun bertanya: “Wahai Abu Muhammad mengapa engakau menangis?” Abdurrahman menjawab: “Rasulullah wafat tanpa pernah sekalipun merasa kenyang dai memakan roti gandum, begitu pula dengan keluarganya.” Kami pun tidak terburu-buru menyentuh makanan itu karena menyadari bahwa Abdurrahman lebih mulia daripada kami.” (Shifatus Shafwah (I/144))
Dari Sa’ad bin Husain ia menegaskan bahwasanya Abdurrahman bin Auf tidak dapat dikenali dari budaknya (karena fisik kedua orang ini terlihat sama). (Shifatush Shafwah (I/144)
D. Wafat.
Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 H, dan dia dimakamkan di pemakaman Baqi’. Usianya ketika wafat sekitar 72 athun, namu ada yang mengatakan 75 tahun. Semoga Allah memberi sahabat ini rahmat yang seluas-luasnya.
Sumber: Al-‘Asyarah Al-Mubasysyaruuna bil Jannah, Muhammad Ahmad Isa, edisi bahasa Indonesia 10 Sahabat Nabi Dijamin Masuk Surga, penerjemah: Fajar Kurnianto, S.Th.I, Penerbit Pustaka Imam Syafii, Jakarta