Larangan Membunuh Hewan dan Merusak Pepohonan di Tanah Haram

Dari Anas r.a. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Madinah adalah tanah haram dari tempat ini sampai ini. Tidak boleh memotong pepohonannya, tidak boleh berbuat kejahatan di dalamnya, barangsiapa berbuat kejahatan di dalamnya, maka baginya laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia,” (HR Bukhari [1867] dan Muslim [1367]).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa ia berkata, “Sekiranya engkau melihat rusa sedang merumput di Madinah niscaya tidak akan aku ganggu. ‘Antara kedua batunya merupakan tanah haram’,” (HR Bukhari [1873] dan Muslim [1372]).

Dari Jabir r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya Nabi Ibrahim telah menjadikan kota Makkah sebagai tanah haram dan sesungguhnya aku telah menjadikan kota Madinah sebagai tanah haram antara kedua batunya, tidak boleh dipotong pepohonannya dan tidak boleh diburu binatang-binatang buruannya’, ” (HR Muslim [1362]).

Kandungan Bab:

  1. Madinah adalah tanah haram seperti halnya Makkah, tidak boleh diganggu binatang buruan dan pepohonannya. Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan Sahabat ra. Hadits-hadits bab yang shahih dan jelas maknanya membantah orang-orang yang mengingkarinya dan menganggap hakikatnya bukanlah tanah haram. 
  2. Denda atas orang yang melakukan pelanggaran di tanah haram Madinah adalah menyita barang-barang. Berdasarkan hadits Sa’ad bin Abi Waqqash ra dalam Shahih Muslim bahwa ia berangkat menuju istananya di al-‘Aqiq. Ia mendapati seorang budak laki-laki memotong pohon atau menggugurkan dedaunan (di tanah haram Madinah). Sa’ad menyita barang-barangnya. Ketika Sa’ad kembali, datanglah tuan budak laki-laki tersebut dan meminta kepadanya agar mengembalikan barang yang ia ambil dari budak mereka. Atau mengembalikan kepada mereka barang yang ia ambil dari budak mereka. Sa’ad berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari mengembalikan sesuatu yang telah diberikan oleh Rasulullah saw kepada kami. Sa’ad menolak mengembalikannya kepada mereka,” (HR Muslim [1364]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.