Larangan Memberikan Bagian dari Daging Kurban Kepada Petugas Penyembelih

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan aku agar mengurus penyembelihan hewan-hewan kurban dan agar tidak memberikan bagian apapun dari dagingnya untuk penyembelihnya,” (HR Bukhari [1716] dan Muslim [1317]).

Kandungan Bab: 

  1. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (III/556), “Zhahir dari kedua hadits ini adalah tidak boleh sama sekali memberikan bagian dari daging kurban dari daging kurban kepada petugas penyembelih. Namun bukan itu maksudnya, akan tetapi yang dimaksud adalah tidak boleh memberikan bagian dari daging kurban kepada petugas penyembelih seperti yang tercantum dalam riwayat Muslim. Namun yang dimaksud bukanlah makna zhahirnya. An-Nasa-i telah menjelaskan dalam riwayatnya dari jalur Syu’aib bin Ishaq dari Ibnu Juraij bahwa maksudnya adalah larangan memberikan bagian dari daging kurban kepada petugas penyembelih sebagai upah dari pekerjaannya. Lafazhnya adalah, “Dan agar tidak meberikan bagian apapun dari dagingnya untuk penyembelihannya.” 
  2. Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VII/188), “Di dalamnya terdapat terdapat dalil bahwa setiap hewan yang disembeliah untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak boleh mendual apapun darinya. Karena Rasulullah saw tidak membolehkan memberi bagian dari daging kurbannya kepada petugas penyembelih. Sebab berarti memberikannya sebagai upah dari pekerjaannya. Termasuk juga setiap hewan yang disembelih karena Allah baik berupa hewan kurban maupun aqiqah atau sejenisnya. Hal itu bila ia memberikannya kepada petugas penyembelih sebagai upah itu bila ia memberikannya kepada petugas penyembelih sebagai upah pekerjaannya. Adapun bila ia memberikan sebagian daripadanya sebagai pekerjaannya. Adapun bila ia memberikan sebagian daripadanya sebagai sedekah, maka tidaklah mengapa. Itulah pendapat mayoritas ahli ilmu.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.