Allah SWT berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…'” (Al-Baqarah, 189).
Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerja-kan haji…” (Al-Baqarah: 197).
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Tidak boleh berihram untuk haji kecuali dalam bulan-bulan haji. Karena termasuk Sunnah Nabi dalam pelaksanaan haji adalah berihram untuk haji pada bulan-bulan haji,” (Shahih, HR Bukhari dalam Shahihnya [III/419]).
Kandungan Bab:
- Bulan-bulan haji adalah Syawwal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a.
- Tidak boleh mengenakan ihram sebelum masuk miqat zamani (yakni bulan-bulan haji) sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas. Meskipun hadits tersebut mauquf namun yang jelas memiliki hukum marfu’ seperti yang sudah tidak samar lagi. Terlebih didukung pula oleh konteks hadits tersebut. Perkataan, “Sesungguhnya termasuk sunnah haji…” sangat jelas menunjukkan hukum marfu’nya, wallaahu a’lam.
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiir al-Qur’an al-Azhiim (1/242-243), “Pendapat yang mengatakan tidak sah mengenakan ihram dengan niat haji kecuali pada bulan-bulan haji adalah pendapat yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Jabir r.a, dan juga merupakan pendapat Atha’, Thawus dan Mujahid rahimahumullah.
Dalilnya adalah firman Allah SWT, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi