Larangan Menunda Kewajiban Haji Bila Mampu

Allah SWT berfirman, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…” (Ali ‘lmran: 97).

Kandungan Bab: 

  1. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, atau melaksanakan haji tidak mengharap pahala dan tidak takut tertimpa adzab, maka ia kafir. Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim (I/394), “Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan ulama lainnya mengatakan: ‘Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ia telah kafir dan Allah tidak butuh kepadanya’.” 
  2. Barangsiapa sanggup mengerjakan haji, maka ia tidak boleh menundanya. Dari ‘Umar bin al-Khaththab ra, ia berkata, “Barangsiapa mampu menunaikan haji, namun ia tidak menunaikannya, maka sama saja baginya mati sebagai Yahudi ataupun Nashrani,” (Shahih, HR Ibnu Katsir dalam Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim [I/394]) 
  3. Imam al-Qurthubi berkata dalam al-Jaami’ li Ahkaam al-Qur’aan (IV/154), “Maksud ayat ini adalah ancaman keras. Oleh karena itu, para ulama mengatakan: ‘Ayat ini menegaskan bahwa siapa saja yang mati dan belum menunaikan haji sedang ia mampu menunaikannya, maka ancaman di atas tertuju kepadanya. Tidak diterima baginya orang lain yang menghajikannya. Karena sekiranya haji dari orang lain yang menghajikannya itu menggugurkan kewajibannya niscaya gugur pula ancaman atasnya, wallaahu a’lam. Sa’id bin Jubair telah berkata: ‘Sekiranya tetanggaku mati sedang ia memiliki kemampuan untuk haji namun ia tidak menunaikannya niscaya aku tidak akan menyalatkannya’.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.

Baca Juga