Dari Abu Humaid as-Sa’idi r.a, ia berkata, “Rasulullah mengutus seorang laki-laki dari suku al-Azd bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengumpulkan zakat. Sekembali dari tugasnya ia berkata, “Yang ini untuk kamu dan yang ini adalah hadiah untukku.” Rasulullah saw. berkata, “Mengapa ia tidak duduk saja di rumah bapaknya atau di rumah ibunya kemudian ia tunggu apakah hadiah diberikan kepadanya atau tidak? Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian mengambil sesuatu darinya kecuali pada hari Kiamat ia datang dengan memikulnya di atas tengkuknya, kalau harta itu unta, maka unta itu akan bersuara, kalau sapi maka akan menguak, kalau kambing, maka akan mengembik.” Kemudian beliau mengangkat tangan beliau sambil berkata, ‘Ya Allah bukankah sudah aku sampaikan!’ beliau ulangi tiga kali,” (HR Bukhari [2597]).
Masih dari Abu Humaid as-S’idi r.a. bahwasanya Rasulullah saw. berkata, “Hadiah bagi para amil (pengumpul zakat/shadaqah) termasuk ghulul!” (Shahih, HR Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Irwaa’ul Ghaliil [2622]).
Kandungan Bab:
- Hadiah yang diambil oleh amil zakat atau pegawai/pekerja hukumnya adalah haram. Karena tidaklah ia diberi hadiah melainkan untuk kerja sama dengan kecurangan.
- Imam (waliyul amri/pemerintah) berhak mengambil hadiah yang diberikan kepada amil/pegawai dan menyerahkannya ke baitul maal.
- Sesuatu yang diambil oleh para amil/pegawi tanpa memberitahukannya kepada imam (waliyul amri/pemerintah), maka termasuk harta ghulul. Pada hari Kiamat nanti rahasianya akan dibongkara di hadapan seluruh makhluk.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.