Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia menceritakan bahwa ‘Umar bin al-Khattab r.a. menshadaqahkan seekor kuda fi sabilillah. Lalu ia mendapatkan kuda itu telah dijual. Lalu ia ingin membelinya kembali. Ia menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, Rasulullah berkata kepadanya, “Jangan beli kuda itu, jangan kamu mangambil kembali shadaqahmu!” (HR Bukhari [1489] dan Muslim [1621]).
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya dari ‘Umar r.a. bahwa ia menshadaqahkan seekor kuda fi sabilillah. Lalu ia dapati kuda itu ditelantarkan oleh orang yang menerimanya. Orang itu tidak punya harta untuk mengurusnya. Lalu ‘Umar ingin membeli kembali kuda tersebut. Ia menemui Rasulullah saw. untuk menanyakan hal itu. Rasulullah saw. berkata, “Janganlah engkau membelinya kembali meskipun enkau diberi satu dirham. Sesungguhnya orang yang mengambil kembali shadaqahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya,” (Shahih, HR Bukhari [1490] dan Muslim [1620].
Kandungan Bab:
- Haram meminta kembali shadaqah meskipun dengan membelinya, karena hal itu termasuk mengambil kembali shadaqah. Hukum haram ini didukung beberapa alasan sebagai berikut:
- Larangan tegas.
- Disamakan dengan anjing yang menjilat kembali muntahnya, dan hal itu tentu saja haram
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fatthul Baari (III/353), “Hadits ini menjadi dalil haramnya perkara itu. Karena menjilat kembali muntah hukumnya haram. Al-Qurthubi berkata, ‘Begitulah yang tampak nyata dari lafazh hadits tersebut’,”
- Jika shadaqah berpindah tangan atau kembali ke tangan orang yang menshadaqahkannya lewat jalur warisan, maka dalam kondisi begini hukumnya lain lagi, harta tersebut halal baginya. Dalilnya adalah hadits Ummu ‘Athiyyah al-Anshariyah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. datang menemui ‘Aisyah r.a. dan bertanya, ‘Apakah kelian memiliki sesuatu?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Tidak ada, kecuali hadiah sepotong daging kambing yang dihadiahkan kepada kita dari Ummu ‘Athiyyah yang dahulu engkau shadaqahkan kepadanya.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Shadaqah itu telah sampai ke alamatnya’,” (HR Bukhari [1494]).
Maksudnya, sepotong daging itu telah menjadi miliknya lalu ia berikan sebagai hadiah, maka status hukumnya berubah dari shadaqah menjadi hadiah. Oleh karenanya daging itu halal bagi Rasulullah, lain halnya dengan harta shadaqah (yang tidak halal bagi beliau).
Dari Buraidah r.a, ia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah tiba-tiba datanglah seorang wanita dan berkata, ‘Aku telah menshadaqahkan seorang budak wanita untuk ibuku, lalu ibuku wafat.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Engkau telah memperoleh pahala shadaqah dan budak wanita itu kembali kepadamu sebagai warisan’,” (HR Muslim [1149]).
Imam at-Tirmidzi berkata [III/55], “Inilah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ahli ilmu, yaitu apabila seseorang bershadaqah kemudian kembali kepadanya sebagai harta warisan, maka harta itu halal baginya.”
- Tidak ada pertentangan antara hadits-hadits dalam bab di atas dengan hadits Abu Sa’id al-Khudri r.a. berikut ini, Dari beliau bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal shadaqah bagi orang kaya kecuali lima jenis orang kaya berikut ini: (1) Pejuang (mujahid) fi sabilillah. (2) Orang yang berhutang. (3) Orang yang membeli shadaqah tersebut dengan hartanya. (4) Orang kaya yang miskin itu lalu si miskin menghadiahkannya kembali kepada si kaya. (5) Amil shadaqah (zakat).” Karena hadits-hadits dalam bab di atas dibawakan kepada shadaqah tathawwu’ (shadaqah sunnat) sedangkan hadits Abu Sa’id ini dibawakan kepada shadaqah wajib (zakat), wallahua’lam. (lihat Nailul Authaar [IV/245]).
- Termasuk bid’ah munkar dan tipu daya yang sangat berbahaya adalah tradisi yang berkembang di sebagian negeri, yaitu ‘memainkan’ zakat wajib. Bentuknya, orang kaya yang akan mengeluarkan zakat membawa harta zakatnya dalam bungkus plastik yang transparan atau sejenisnya, ia pergi mendatangi orang-orang fakir atau miskin dan berkata, “Ini adalah zakat hartaku.” Kemudian ia menawarkannya untuk dibeli. Sementara si fakir dan si miskin tidak tahu apa isi kantong plastik itu. Lalu ia membelinya sementara ia tidak tahu. Ini jelas memakan harta dengan cara haram tanpa adanya keraguan lagi!
- Larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits bab ditujukan bagi orang yang bershadaqah lalu membeli kembali shadaqahnya. Akan tetapi shadaqah itu boleh saja dibeli orang lain. Imam al-Bukhari berkata (silahkan lihat Fatthul Baari III/352), “Karena Rasulullah saw. hanya melarang shadaqah itu tidak melarang yang lainnya.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.