Allah SWT berfirman, "Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya," (An-Nisaa': 65).
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin az-Zubair r.a., bahwa ada seorang laki-laki dari kalangan Anshar bertengkar dengan az-Zubair r.a. di hadapan Rasulullah saw. tentang irigasi di Harrah yang dialirkan ke kebun-kebun kurma. Laki-laki Anshar itu berkata, "Biarkanlah air mengalir ke kebunnya!" Namun az-Zubair menolaknya. Lalu keduanya bertengkar di hadapan Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. berkata kepada az-Zubair, "Siramlah dulu kebunmu kemudian alirkan airnya ke kebun tetanggamu itu!"
Maka marahlah si laki-laki Anshar, ia berkata, "Apakah karena ia keponakanmu!" Maka berubahlah rona wajah Rasulullah saw. kemudian beliau berkata, "Siramlah dulu kebunmu wahai Zubair, kemudian tahanlah air hingga kembali ke parit," (HR Bukhari [2359 dan 2360] dan Muslim [2357]).
Az-Zubair berkata, "Demi Allah, aku yakin ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yakni firman Allah SWT, "Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan," (An-Nisaa': 65).
Kandungan Bab:
- Seorang Muslim harus tunduk kepada Allah dan mentaati Rasul-Nya dalam setiap keputusan dan penjelasan beliau. Karena Rasulullah saw. bertugas menyampaikan berita-berita dari Allah. Karena begitu pentingnya masalah ini, Allah bersumpah dengan Dzat-Nya Yang Mahasuci dan Diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa tidaklah beriman seseorang sehingga ia mengangkat Rasulullah saw. sebagai hakim dalam seluruh perkara dan urusannya. Ia tidak boleh menentangnya dengan hawa nafsu, pendapat, kepentingan, adat istiadat atau menolaknya karena mengikuti perkataan guru, pembesar, golongan atau kelompoknya.
- Wajib tunduk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah secara lahir maupun bathin. Konsekuensinya ialah, tidak merasa keberatan dengan keputusan Al-Qur’an dan as-Sunnah, lalu mengikutinya tanpa menyanggah, menolak dan menentangnya.
- Menentang Sunnah Rasulullah saw. dengan analogi dan perbandingan akan menyebabkan melemahnya iman, rusaknya keyakinan, kemudian akhirnya keluar dari agama. Menentang As-Sunnah dengan takwil-takwil sesat merupakan tanda dan ciri ahli bid'ah dan pengikut hawa nafsu yang telah menyempal dari jama'ah kaum muslimin dan keluar dari agama, sebagaimana anak panah yang meleset dari busurnya. Itulah karakter kaum Khawarij yang menjadikan anjing-anjing penghuni Neraka.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/262-264.