Larangan Membenci Sunnah Rassulullah Saw. Dalam Seluruh Perkataan dan Perbuatannya

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,"(Al-Maa’idah: 87).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. berkata, "Tiga orang Sahabat datang ke rumah Rasulullah untuk menanyakan tentang ibadah beliau. Setelah diceritakan kepada mereka tentang ibadah Rasulullah, mereka menganggapnya terlalu sedikit. Sehingga mereka berkata, 'Keadaan kita dengan beliau jauh berbeda, sesungguhnya Allah SWT telah mengampuni dosa-dosa beliau yang lalu dan yang akan datang!' Maka salah seorang di antara mereka berkata, 'Aku akan shalat malam terus-menerus.' Seorang lagi berkata, 'Aku akan berpuasa terus-menerus tanpa putus.' Yang lain berkata, 'Aku akan menjauhi kaum wanita dan tidak akan menikah selamanya.' Lalu datanglah Rasulullah saw. menemui mereka, beliau bersabda, 'Apakah kalian yang mengucapkan begini dan begitu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah! Namun di samping berpuasa, aku juga berbuka (tidak berpuasa), di samping shalat, aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, [1] maka ia bukan termasuk golonganku’," (HR Bukhari [5063] dan Muslim [1401]).

Diriwayatkan dari 'Aisyah r.a., ada sejumlah orang menghindar dan menjauhkan diri dari beberapa perkara yang telah dikerjakan oleh Rasulullah saw. Sampailah berita itu kepada beliau. Lalu beliau pun mengucapkan puja dan puji kepada Allah SWT, kemudian berkata, "Bagaimana halnya kaum-kaum yang menjauhkan diri dari sesuatu yang kulakukan? Demi Allah, aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya," (HR Bukhari [7301] dan Muslim [2356]).

Kandungan Bab:

  1. Teguran dan larangan keras berpaling dari petunjuk Rasulullah saw dan manhaj beliau kepada petunjuk dan manhaj selainnya. 
  2. Rasulullah saw. berlepas diri dari orang-orang yang berpaling dari Sunnahnya dan mengarahkan pandangannya kepada bid'ah-bid'ah, hawa nafsu dan adat istiadat. 
  3. Penetapan bahwa bid'ah tarkiyyah[2] merupakan bid'ah yang sesat.

……………………………….

[1] Yakni petunjuk dan syari'atku, bukan Sunnah yang merupakan kebalikan dari wajib dalam istilah ahli fiqih, dan bukan berarti nash-nash syari'at selain al-Qur-an sebagaimana istilah yang dipakai oleh ahli ushul fiqih.

[2] Yaitu meninggalkan sesuatu yang disyari'atkan dan dibolehkan Allah dengan anggapan meninggalkannya adalah ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/2261-262.