Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum berarti ia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah ilmu nujum yang dipelajarinya, semakin bertambah pula ilmu sihir yang dimilikinya’,” (Hasan, HR Abu Dawud [3905], Ibnu Majah [3726], dan Ahmad [I/227 dan 311]).
Kandungan Bab:
Ibnu ‘Abdil Barr berkata dalam kitab Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhilihi (II/38), “Adapun ilmu astrologi, dalam pandangan seluruh pemeluk agama yang fungsi dan tujuannya ialah mengetahui peredaran falak dan benda-benda langit, tempat muncul bintang-bintang, mengetahui waktu siang dan malam, batas waktu malam dan siang untuk setiap negara di setiap harinya, jarak setiap wilayah dari garis katulistiwa, mengetahui waktu terbitnya hilal dan tempat munculnya, mengetahui waktu munculnya bintang-bintang, perjalanannya, perhentiannya dan letaknya di garis lintang dan bujur, mengetahui tempat dan waktu terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan di setiap negeri, mengetahui hitungan tahun syamsiyyah dan qamariyyah, mengetahui hitungan tahun bintang-bintang dan lain sebagainya. Sebagian ahli ilmu mengingkari beberapa hal yang kami sebutkan tadi. Menurut mereka tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui perkara ghaib dengan ilmu nujum. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya dengan benar kecuali para Nabi yang telah Allah beri keistimewaan dengan ilmu tentang perkara-perkara yang tidak dapat diketahui. Mereka berkata: ‘Tidak ada seorang pun sekarang ini yang berani mengaku mengetahui perkara ghaib kecuali orang jahil, kurang akal, pendusta dan mengada-ada. Perkiraan mereka bahwa tidak mungkin membicarakan perkara yang lebih tua dari umur dunia, sudah cukup menjadi bukti kebohongan seluruh perkara yang katanya mereka ketahui itu. Orang meramal dengan ilmu nujum sama seperti orang yang meramal ‘iyaafah dan zajar, [1] sama dengan orang yang meramal dengan membaca garis-garis tangan dan tulang hewan, sama dengan orang yang melakukan pengobatan dengan cara hipnotis, berkhidmat dengan jin dan perkara-perkara sejenisnya yang tidak dapat diterima akal sehat dan tidak berdasarkan keterangan yang nyata. Semua perkara tersebut tidak ada yang benar. Sebab, banyak sekali kesalahan dari hal-hal yang mereka ketahui tersebut. Di samping itu, dasarnya juga rusak. Sedikit dari banyak hal yang tidak mereka ketahui merupakan bukti nyata kebohongan seluruh ramalan dan perkiraan mereka itu. Tidak ada kebenaran mutlak melainkan kebenaran yang dibawa oleh para Nabi saw.’.”
Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XII/183) berkata, “Hal yang dilarang dari ilmu nujum adalah yang diklaim oleh para ahli nujum bahwa mereka mengetahui perkara-perkara yang belum terjadi dan akan terjadi pada masa mendatang. Seperti perkataan mereka tentang waktu berhembusnya angin, waktu turunnya hujan, turunnya salju, waktu munculnya udara panas dan udara dingin, waktu perubahan suhu panas dan lain sebagainya. Mereka mengaku mengetahui perkara-perkara tersebut dengan mempelajari peredaran bintang-bintang, berkumpul dan berpisahnya bintang-bintang tersebut. Ini merupakan ilmu yang dirahasiakan oleh Allah SWT, tidak ada seorang pun yang mengetahui kecuali Dia. Sebagaimana firman-Nya, ‘Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat.’ (Luqman: 34).”
Adapun ilmu falak yang dipelajari lewat penglihatan mata telanjang (bukan ramalan) yang digunakan untuk mengetahui waktu tergelincirnya matahari, arah kiblat dan sejenisnya, maka termasuk perkara yang dilarang tersebut.
Allah SWT berfirman, “Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di dara dan di laut,” (Al-An’aam: 97).
Dan dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk,” (An-Nahl: 16).
Allah SWT mengabarkan bahwa bintang-bintang merupakan petunjuk untuk mengetahui waktu dan arah jalan. Kalau seandainya bintang-bintang itu tidak ada tentu orang yang berada jauh dari ka’bah tidak dapat mengetahui arah kiblat. Diriwayatkan dari ‘Umar r.a. berkata, “Pelajarilah ilmu falak sekedar untuk mengetahui arah kiblat dan arah jalan, dan tahanlah dirimu dari perkara selain itu.”
Diriwayatkan dari Thawus, dari “Abdullah bin ‘Abbas r.a., beliau mengomentari orang-orang yang menulis huruf abjad dan mempelajari ilmu nujum, beliau berkata, “Menurutku orang-orang yang mempraktekkan hal itu tidak akan memperoleh bagian apa-apa di sisi Allah.”
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah telah mengupas panjang lebar tentang kebathilan ilmu nujum. Beliau mematahkan dalih-dalih ahli nujum pada bagian terakhir dalam kitabnya yang berjudul, Miftaah Daaris Sa’aadah. Ulasan beliau itu sangat baik dan sangat bermanfaat, semoga buku tersebut memberi manfaat bagi negara dan masyarakat.
———————————-
[1] ‘Iyaafah dan jazr adalah meramal nasib baik atau nasib buruk dengan menerbangkan burung.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/244-246.