Larangan Mengambil Upah Dari Al-Qur

Diriwayatkan dari Abu Darda' r.a, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengambil sebuah busur sebagai upah dari mengajarkan Al-Qur’an, niscaya Allah akan mengalungkannya busur dari api neraka pada hari kiamat," (Hasan lighairihi, HR Ibnu 'Asakir dalam kitab Taariikh Dimasyq [11/427], al-Baihaqi dalam Sunannya [VI/126]).

Diriwayatkan dari 'Ubadah bin Shamit r.a. berkata, "Aku mengajarkan Al-Qur’an dan menulis kepada Ahli Shuffah. Lalu salah seorang dari mereka menghadiahkan sebuah busur kepadaku. Kata hatiku, busur ini bukanlah harta, toh dapat aku gunakan untuk berperang fii sabiilillaah. Aku akan mendatangi Rasulullah saw. dan menanyakannya kepada beliau." Lalu aku pun menemui beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah! seorang laki-laki yang telah kuajari menulis dan Al-Qur’an telah menghadiahkan sebuah busur kepadaku. Busur itu bukanlah harta berharga dan dapat aku gunakan untuk berperang fii sabiilillah." Rasulullah saw. bersabda, "Jika engkau suka dikalungkan dengan kalung dari api neraka, maka terimalah!" (Shahih, HR Abu Dawud [3416], Ibnu Majah [2157], Ahmad [V/315 dan 324], al-Hakim [0/41, IH/356], dan al-Baihaqi [VI/125]).

Diriwayatkan dari ‘lmran bin Hushain r.a., ia melihat seorang qari sedang membaca Al-Qur’an lalu meminta upah. Ia pun mengucapkan kalimat istirja ' ( Innaa lillaahi wa innaa ilahi rooji’uun ), kemudian berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa membaca Al-Qur’an, hendaklah ia meminta pahalanya kepada Allah. Sesungguhnya akan datang beberapa kaum yang membaca Al-Qur’an, lalu meminta upahnya kepada manusia." (Hasan lighairihi, HR at-Tirmidzi [2917], Ahmad [IV/432-433, 436 dan 439], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [1183]).

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a., bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Pelajarilah Al-Qur’an, dan mintalah Surga kepada Allah sebagai balasannya, sebelum datang satu kaum yang mempelajarinya dan meminta harta sebagai imbalannya. Sesungguhnya ada tiga jenis orang yang mempelajari Al-Qur’an. Orang yang mempelajarinya untuk membangga-banggakan diri dengannya, orang yang mempelajarinya untuk mencari makan, orang yang mempelajarinya karena Allah semata," (Hasan, HR Ahmad [111/38-39], al-Baghawi [1182], dan al-Hakim [IV/547]).

Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah r.a. berkata, "Rasulullah saw. keluar menemui kami. Saat itu kami sedang membaca Al-Qur’an, di antara kami terdapat orang-orang Arab dan orang-orang 'Ajam (non Arab). Beliau berkata, ‘Bacalah Al-Qur’an, bacaan kalian semuanya bagus. Akan datang nanti beberapa kaum yang menegakkan Al-Qur’an seperti menegakkan anak panah. Mereka hanya mencari materi (harta) dengannya dan tidak meng-harapkan pahala akhirat’,” (Shahih, HR Abu Dawud [830] dan Ahmad [III/357 dan 397]).

Diriwayatkan dari 'Abdurrahman bin Syibl al-Anshaari r.a., Mu'awiyah berkata kepadanya, “Jika engkau datang ke kemahku, maka sampaikanlah hadits yang telah engkau dengar dari Rasulullah saw!" Kemudian ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Bacalah Al-Qur’an, janganlah engkau mencari makan darinya, jangan-lah engkau memperbanyak harta dengannya, janganlah engkau enggan membacanya dan jangan pula terlalu berlebihan," (Shahih, HR ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [4332], Ahmad [EH/428 dan 444] dan Ibnu Asakir [DC/486]).

Kandungan Bab:

  1. Hadits-hadits di atas menunjukkan haramnya mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an dan haram mencari makan darinya. Akan tetapi jumhur ahli ilmu membolehkan mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an.

    Mereka berdalil dengan hadits pemimpin suku yang tersengat binatang berbisa lalu diruqyah oleh sebagian sahabat dengan membacakan surat al-Faatihah kepadanya. Kisah ini diriwayatkan dalam kitab Shahih. Dalam riwayat lain dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a., disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya perkara yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah." 

  2. Mereka menjawab hadits-hadits yang disebutkan di atas sebagai berikut:
    1. Mengambil upah diharamkan apabila sengaja memintanya dan mengharap-harapkannya. 
    2. Hadits-hadits di atas tidak terlepas dari cacat dan tidak bisa dijadikan sebagai dalil. 
    3. Larangan tersebut telah dimansukhkan (dihapus) hukumnya. 
  3. Setelah diteliti lebih dalam jelaslah bahwa jawaban-jawaban di atas tidak berdasar sama sekali. Berikut perinciannya:
    1. Klaim, bahwa mengambil upah diharamkan apabila sengaja memintanya dan mengharapkannya, ditolak oleli hadits 'Ubadah bin ash-Shamit r.a. Dalam hadits itu beliau tidak pernah berharap sama sekali mendapatkan upahnya, namun Rasulullah saw. tetap mdarangnya. 
    2. Klaim, bahwa hadits-hadits di atas tidak terlepas dari cacat dan tidak bisa dipakai sebagai dalil, tidaklah mutlak benar. Namun ada yang shahih, hasan dan ada yang dha'if, namun dha'ifnya bisa terangkat ke derajat shahih karena ada riwayat-riwayat yang menguatkannya. Dengan demikian bisa dijadikan sebagai dalil. 
    3. Klaim, bahwa hukum di atas telah dimansukhkan tidak boleh ditetapkan hanya dengan berdasarkan praduga belaka. Dan alternatif penghapusan hukum tidak boleh diambil kecuali bila hadits-hadits tersebut tidak mungkin digabungkan dan memang benar-benar bertentangan.

Siapa saja yang memperhatikan hadits-hadits tersebut tentu dapat melihat bahwa:

  1. Haram hukumnya mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an.
  2. Haram hukumnya mencari makan dan memperoleh harta dari Al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil yang membolehkan hal tersebut menunjukkan bolehnya mengambil upah dari ruqyah. Jadi jelaslah bahwa kcdua masalah di atas berbeda.

Kesimpulannya, hadits-hadits di atas jelas menunjukkan larangan mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an dan memperoleh harta darinya, wallaahu a'lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/239-242.