Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya sudah membaca uraian tentang yang membatalkan wudhu, namun ada yang masih mengganjal di pikiran saya. Saya pernah mendengar bahwa menyentuh/memegang kelamin, dubur juga membatalkan wudhu. Mohon penjelasannya, terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Iskandar (Bandung Barat)
Jawaban:
Alhamdulillah wash shalah wassalam alaa Rasulillah amma ba’du:
Masalah menyentuh kemaluan tanpa penghalang baik dengan syahwat atau tanpa syahwat terdapat empat pendapat:
Pendapat yang pertama: Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu sama sekali. Pendapat ini berdasarkan hadis yag diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa’i dan At Tirmidzi dari Thalq bin Ali bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulillah shalallahu alaihi wasallam tentang seseorang yang menyentuh kemaluannya setelah berwudhu. Beliau menjawab, “Kemaluan itu tidaklah kecuali hanya bagian dari anggota tubuhnya.”
Pendapat yang kedua: Menyentuh kemaluan secara mutlak membatalkan wudhu. Pendapat ini didasarkan pada hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Hibban dari Bisrah binti Shafwan bahwasanya nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,
من مس ذكره فليتوضأ
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaknya dia berwudhu.”
Dan ada hadis-hadis yang semisal dengan hadis ini, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Habibah dan Abu Hurairah.
Para ulama’ yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudhu mengatakan , bahwa hadis Bisrah lebih shahih dari beberapa sisi jika dibandingkan dengan hadis Thalq bin Ali yang menerangkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu.
Pendapat yang ketiga: Menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudhu jika menyentuhnya diiringi dengan syahwat. Ini adalah riwayat dari Malik dan pendapat ini dipilih oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani. Menurut orang-orang yang berpendapat dengan pendapat ini bahwa hadis Bisrah maksudnya adalah menyentuh dengan syahwat. Sedangkan hadis Thalq maksudnya adalah menyentuhnya tanpa diiringi dengan syahwat sehingga tidak membatalkan wudhu, dan dengan ini kemaluan sama saja dengan anggota tubuh yang lainnya.
Pendapat yang keempat: Hukumnya sunnah dan tidak wajib berwudhu bagi yag menyentuh kemaluannya. Ini adalah pendapat Ahmad pada salah satu riwayat darinya, Syaikhul Islam dan juga Syaikh Muhammad Al Utsaimin. Menurut mereka, bahwa perintah pada hadis bisrah adalah sunnah bukan wajib. Sedangkan maksdu dari hadis Thalq adalah pertanyaan seseorang tentang apakah wajib wudhu bagi orang yang menyentuh kemaluan? Maka beliau menjawab, bahwa kemaluan adalah salah satu bagian dari tubuh. Artinya tidak wajib bagi orang yang menyentuhnya untuk berwudhu. Dan pendapat yang keempat ini sepertinya lebih kuat dibandingkan pendapat yang lain.
Sedangkan hukum menyentuh dubur, sebagaian ulam a’ menyamakan hukumnya dengan hukum menyentuh kemaluan. Namun pendapat yang kuat adalah dubur tidak bisa dianalogikan dengan kemaluan dengan dalih bahwa keduanya adalah sama-sama tempat keluar najis. Karena batal dan tidaknya wudhu seseorang yang menyentuh kemaluan bukan karena kenajisan, dan juga sudah dipahami bahwa menyentuh sesuatu yang najis bukanlah pembatal wudhu. Dan ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Ats Tsauri.
Wallahu a’lam.