JAKARTA (SALAM-ONLINE): Meski republik ini mayoritas penduduknya Muslim, tapi bukan berarti kasus diskriminasi rumah ibadah tak ada. Di Sumatera Utara (Sumut), kasus diskriminasi terhadap masjid dan madrasah di kalangan mayoritas Muslim juga terjadi, bahkan dilaporkan semakin masif.
Hal ini terungkap setelah sejumlah perwakilan dari Forum Umat Islam (FUI) Sumut mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuharhary Nomor 4B, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Ketua FUI Sumut Sudirman Timsar Zubil mengatakan, ada beberapa kasus diskriminasi terhadap masjid yang mulai sistematis di Sumut. “Kesan kami diskriminasi terhadap masjid dan umat Islam di Sumut ini sistematis,” ujarnya usai memberikan laporan ke Komnas HAM, Senin (9/9), dikutip dari Republika Online.
FUI Sumut melaporkan empat kasus diskriminasi terhadap masjid, dua kasus pelanggaran HAM terhadap pengungsi Rohingya, dan satu kasus diskriminasi terhadap siswa Muslim. Berbagai kasus diskriminasi masjid ini terjadi di beberapa wilayah di Sumut, seperti Kota Medan, Kabupaten Tapanuli Utara, Deli Serdang, dan Asahan.
Zubil menjelaskan, salah satu kasus adalah penghancuran Masjid Al-Khairiyah dan Madrasah Al-Khairiyah. Menurutnya, kasus ini pernah dilaporkan kepada pihak kepolisian, tetapi hingga kini tidak ada kejelasan. Bahkan, tersangka tidak pernah ditahan.
Selain itu, ada juga kasus pelarangan pembangunan Masjid Al Munawar di Desa Sarula, Kabupaten Tapanuli Utara, oleh aparat desa setempat. Anehnya, menurut dia, bupati dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sudah memberi izin prinsip dan syarat dalam surat keputusan bersama (SKB) dua menteri yang sudah terpenuhi.
“Tapi, karena ada tekanan dari pihak non-Muslim, lurah tidak mau memberi rekomendasi. Dan, hingga sekarang pembangunan masjid pun terbengkalai,” kata Zubil.
Belum lagi kasus penyerangan 300 warga bersenjata tajam terhadap jamaah di Masjid Al Barokah pada 2011 lalu yang berada di Kampung Melayu, Desa Amplas, Selambo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Termasuk, pembakaran rumah warga sipil di sekitar masjid, yang hingga saat ini tidak pernah ada upaya bantuan dari pemerintah untuk membangun kembali.
Ada lagi kasus penghancuran Masjid Raudhatul Islam oleh pihak pengembang yang berada di sebelah barat Kota Medan. Pengembang beralasan penghancuran tersebut karena adanya rekomendasi dari Wali Kota Medan.
Dan, yang terbaru pembakaran dua masjid di Kabupaten Asahan pada Maret 2013 lalu. Salah satunya, Masjid Nur Hikmah di Kecamatan Aek Kuasan, Asahan. Informasi yang masuk di kepolisian, masjid terbakar karena dibakar orang gila.
Kasus lain, kata Zubir, adalah penghinaan terhadap syariat yang dijalankan umat Islam. Seorang siswi SD Negeri 8 Brastagi di Kabupaten Tanah Karo diusir oleh oknum guru karena siswi tersebut mengenakan jilbab. Siswi bernama Dini itu diperbolehkan belajar asal melepaskan jilbabnya.
Menanggapi laporan tersebut, Komisioner Komnas HAM Bidang Pengaduan Maneger Nasution mengatakan, kasus diskriminasi ini sangat prinsip. Hal yang sangat prinsip itu, seperti pelarangan menjalankan ibadah sesuai keyakinan yang sudah diatur dan adanya pembiaran dari pihak kepolisian. “Kita akan tindak lanjuti. Apabila benar maka kasus ini sangat rasial,” katanya.
Menurut Nasution, harus ada tindakan cepat karena masalah ini sangat sensitif dan bisa menjadi bola liar di masyarakat. Langkah Komnas HAM, yakni akan memastikan laporan ini sudah menjadi bagian dari pengawasan Komnas HAM. Dan, pihaknya akan menjamin pelapor tidak mendapatkan ancaman dan tekanan dari siapa pun.
Komnas HAM juga secepatnya akan memberikan surat ke beberapa pihak terkait untuk menindaklanjuti laporan tersebut, termasuk langsung turun ke lapangan dan mencari kebenaran informasi itu.
“Paling cepat bulan depan tim sudah turun ke lapangan. Dan, kita berharap diskriminasi ini tidak sistematis karena isu ini sangat sensitif,” ujar Nasution. (ROL)