Analisa: Amerika Tetap Gamang Menyerang Militer Suriah

Kapal Induk As

An-najah – Kisruh perang saudara di Suriah menjadi lebih serius dan berpotensi akan melibatkan Amerika Serikat sebagai negara adidaya panutan bangsa Barat lainnya. Presiden Barack Obama pada tahun lalu menyatakan tidak akan melakukan intervensi ke Suriah, selama pemerintahan Bashar al-Assad tidak menggunakan senjata kimia.

Pekan lalu berkembang berita bahwa disekitar kota Damaskus, militer Suriah telah melakukan serangan dengan gas beracun yang mengakibatkan 300 orang tewas dan banyak lainnya yang terluka. Dalam pertemuan darurat di Kairo, negera-negara yang tergabung dalam Liga Arab menyalahkan pemerintahan Bashar al-Assad telah melakukan serangan senjata kimia tersebut kepada pemberontak dan warga sipil lainnya. Liga Arab mendukung langkah militer apabila akan dilakukan oleh AS, dan mendesak PBB menghukum pemerintahan Suriah agar jera.

Pemerintah Suriah melalui Menlu Walid al-Moualem menyatakan membantah penggunaan senjata kimia, dan mengatakan militer Suriah akan membela diri apabila terjadi intervensi militer asing. Moualem menyatakan bahwa isu senjata kimia tersebut palsu, tidak akurat, tidak benar, dan Suriah meminta bukti. Pemerintah Suriah akhirnya mengijinkan inspektor PBB melakukan pemeriksaan atas tuduhan tersebut, yang dilaksanakan pada hari Selasa (27/8) walapun dalam pelaksanaannya dibawah ancaman mematikan dari penembak jitu yang tidak jelas.

Pemerintah Amerika Serikat kemudian mempertimbangkan melakukan sebuah opsi militer terbatas, walau hingga kini belum diputuskan oleh Presiden Obama. Menteri Pertahanan Chuck Hagel mengatakan kepada BBC News pada hari Selasa (26/8) bahwa Pentagon telah memenuhi permintaan Presiden Obama pilihan apapun untuk semua langkah kontinjensi yang akan diambil. Dikatakannya bahwa AS telah melakukan pengerahan kekuatan ke wilayah konflik, dan menunggu apapun keputusan presiden.

Beberapa ahli strategi militer menyatakan apabila opsi militer dilaksanakan, kemungkinan serangan akan dilakukan dengan menggunakan peluru kendali jelajah laut atau pembomam strategis sebagai tekanan serius untuk merusak rezim Assad. Sasaran utamanya adalah pangkalan AU, pesawat tempur di skadron udara serta pusat komando dan fasilitas kontrol militer. Arsenal senjata kimia bukan sasaran, karena disposisinya tersebar dan bisa membahayakan warga.

Presiden Obama nampaknya masih memperhitungkan apabila akan memutuskan opsi militer, terutama harus memperhitungkan pembenaran hukum internasional. Opsi militer terbaik adalah apabila opsi militer disetujui oleh PBB seperti saat dilakukan serangan dibawah NATO ke Libya pada tahun 2011 yang menjatuhkan Muamar Khadafi. Tetapi kali ini nampaknya sulit bagi PBB untuk memutuskan opsi militer, karena Rusia dan China sebagai anggota Dewan Keamanan tetap PBB akan mem-veto tekanan militer terhadap Suriah. Kemungkinan keputusannya adalah konsensus AS dasn negara-negara NATOI, apabila diminta anggotanya, seperti pemboman NATO tahun 1999 terhadap bekas negara Yugoslavia, Kosovo. Sejauh ini, belum ada permintaan dari salah satu aliansi ke-28 anggota. Tiga anggota NATO menyatakan secara tegas mendukung opsi militer apabila akan dilakukan oleh AS terhadap Suriah, yaitu Inggris, Perancis dan Turki.

Dilain sisi, Menlu Rusia Sergei Lavrov, Senin (26/8/2013) menyatakan, bahwa sebuah serangan militer Barat terhadap Suriah hanya akan menciptakan lebih banyak masalah di wilayah tersebut, lebih banyak pertumpahan darah dan menimbulkan bencana, seperti kasus intervensi Barat sebelumnya di Irak dan Libya. Lavrov menyatakan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa telah mengutuk rezim Bashar al-Assad tanpa bukti bahwa benar telah terjadi penggunaan senjata kimia dalam serangan di pinggiran kota Damaskus.

Nampaknya ada provokasi dari pemberontak atas pengunaan gas beracun untuk melibatkan Barat, tegas Lavrov kepada AFP. Dia mengatakan, mungkin telah terjadi provokasi oleh pasukan pemberontak yang dirancang untuk merusak prospek untuk konferensi perdamaian Rusia-Amerika yang sudah lama tertunda di Suriah.

Rusia menyatakan akan terus mengirimkan senjata kepada Rezim Assad, dalam pemenuhan kontrak lamanya. Rusia juga telah mengirim gugus tugas angkatan laut kecil ke Mediterania timur tahun ini dan mempertahankan stasiun refitting di pelabuhan Suriah, Tartus. Tetapi Lavrov menyatakan Rusia tidak akan terlibat dalam perang apapun. Dalam beberapa tahun terakhir, sistem pertahanan udara Suriah telah dibangun dan terintegrasi dalam sebuah sistem pertahanan udara aktif canggih oleh Rusia.

Dengan demikian, nampaknya Presiden Obama kini semakin berfikir keras dan lebih teliti apabila akan memutuskan sebuah opsi militer, sekecil apapun. Amerika telah belajar dari kasus pendudukan Irak oleh pasukan AS yang diputuskan pemerintahan George Bush atas dasar informasi intelijen, dimana pemerintahan Irak dibawah Sadam Hussein juga dituduh intelijen AS memiliki senjata pemusnah massal. Penyesalan Bush diakhir masa jabatannya yang menyatakan informasi yang salah kemudian mengakibatkan AS terlibat dalam perang panjang yang melelahkan. Menyebabkan kerugian jiwa dan harta yang sangat besar terhadap keputusan tersebut. Oleh karena itu, kini Amerika tetap gamang dan nampaknya sangat hati-hati apabila akan menyerang Suriah.

Presiden Obama lebih realistis, mengubah arogansi AS untuk menguasai dunia, tidak mudah di provokasi, menghindari pengerahan kekuatan tempur yang tidak perlu di luar negeri. Pengentasan dan pementahan ancaman dilakukan dengan teknologi. Pasukannya di Irak telah selesai di tarik, dan kini pasukannya di Afghanistan juga mulai dipercepat ditarik ke home base. Disamping itu Presiden jelas sangat mempertimbangkan sistem pertahanan canggih udara Suriah, dimana kemampuannya beberapa kali lipat dibandingkan pertahanan udara Libya. Dan hal lainnya yang penting, Presiden Obama akan menjaga agar Amerika tidak disalahkan karena melanggar hukum internasional.

Seperti yang diutarakan oleh Lavrov, jika NATO menyerang Suriah tanpa sanksi PBB seperti yang dilakukan pada kampanye kekuatan udara di atas Kosovo tahun 1999. Itu akan menjadi “pelanggaran berat hukum internasional,” hanya akan memperburuk keadaan, tidak memecahkan masalah dan konflik akan semakin kompleks dan meluas. Demikian perkembangan situasi dan kondisi kisruh di Suriah yang semakin tidak menentu. [fajar/pray/an-najah]