Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr.wb
Saya seorang PNS. Saya masih belum mengerti tentang keharaman fee/honor dari proyek yang diterima seorang PNS. Instansi tempat saya bekerja memiliki banyak proyek berhonor. Honor ini adalah uang yang memang sudah dianggarkan oleh negara melalui proyek. Pertanyaan saya, pertama, kalau kita ikut bekerja dalam menyelesaikan proyek tersebut, apakah kita boleh menerima honornya? Kedua, kalau kita tidak bekerja dan hanya numpang nama saja dalam proyek tersebut, apakah kita boleh menerima honornya? Bagaimana kalau honor tersebut kita berikan kepada yang membutuhkan termasuk untuk pembangunan masjid? mohon penjelasannya. Jazakallah khair
Aby Nizam (Lombok, NTB)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah washshalah wassalam ala Rasulillah amma ba’du:
Masalah honor yang saudara sebutkan, yaitu honor yang diterima oleh PNS dari proyek yang honornya sudah masuk bagian yang dianggarkan oleh negara, maka hukumnya boleh-boleh saja. Bahkan bentuk gratifikasi yang diterima (tanpa paksaan) dan sudah dilaporkan ke atasan dan diizinkan untuk dimiliki pun boleh pada dasarnya. Hal tersebut mengacu pada atsar:
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallahu ‘alai wassalam mengirim Muadz bin Jabal ke Yaman, kemudian pada pemerintahaan Abu Bakar , beliau mengirim Umar pada musim haji ke Mekkah. Ketika sedang di Arafah Umar bertemu dengan Muadz bin Jabal yang datang dari Yaman membawa budak-budak.
Umar bertanya kepadanya: “Itu budak-budak milik siapa ? “ Muadz menjawab : “ Sebagian milik Abu Bakar dan sebagian lagi milikku “. Umar berkata : “ Sebaiknya kamu serahkan semua budak itu kepada Abu Bakar, setelah itu jika beliau memberikan kepadamu, maka itu hakmu, tetapi jika beliau mengambilnya semuanya, maka itu adalah hak beliau ( sebagai pemimpin ).” Muadz berkata : “ Kenapa saya hartus menyerahkan semuanya kepada Abu Bakar, saya tidak akan memberikan hadiah yang diberikan kepadaku.“
Kemudian Muadz pergi ke tempat tinggalnya. Pada pagi hari Muadz ketemu lagi dengan Umar dan mengatakan: “Wahai Umar tadi malam aku bermimpi mau masuk neraka, tiba-tiba kamu datang untuk menyelematkan diriku, makanya sekarang saya taat kepadamu. “ Kemudian Muadz pergi ke Abu Bakar dan berkata : “ Sebagian budak adalah milikmu dan sebagian lain adalah hadiah untukku, tapi saya serahkan kepadamu semuanya.” Kemudian Abu Bakar mengatakan : “ Adapun budak-budak yang dihadiahkan kepadamu, saya kembalikan kepadamu.”
Atsar di atas menunjukan bahwa jika seorang pegawai di dalam menjalankan tugasnya mendapatkan hadiah, hendaknya dilaporkan secara transparan kepada lembaga yang mengirimnya. Kemudian apakah lembaga tersebut akan mengijinkannya untuk mengambil hadiah itu atau memintanya untuk kepentingan lembaga, maka ini diserahkan kepada aturan dalam lembaga tersebut.
Dan untuk uang-uang yang haram atau syubhat, maka sebaiknya diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dengan catatan bahwa uang yang disumbangkan tersebut tidak diyakini bagian dari sedekah. Karena disebutkan dalam hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik. (H.R Muslim)
Maka jika anda ingin memberikan bantuan kepada orang lain dari uang haram atau syubhat, hendaklah memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Dalam memberikan jangan berniat sedekah, sebagaimana yang sudah dijelaskan.
2. Diberikan kepada orang untuk tidak dikonsumsi.
3. Jangan gunakan untuk hal hal yang sifatnya wajib, seperti; mengeluarkan zakat, menafkahi keluarga atau orang tua dan lain-lain.
4. Untuk lebih hati-hati jangan digunakan untuk menyumbang tempat ibadah, karena para ulama masih berbeda pendapat dalam masalah ini. keluar dari khilaf adalah sifat kehati-hatian.
Wallahu A’lam