Pertanyaan:
Assalamu’alaikum.
Sekarang banyak sekali laundry kiloan yg melayani cuci pakaian. Apakah sesuai dgn syariah prosesnya, karena bercampur dgn najis? Bolehkah sholat mempergunakan pakaian yang dicuci di laundry kiloan? Mohon petunjuknya, terimakasih, wassalam
Chairuddin (Medan)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah…amma ba’du:
Membersihkan najis dari badan, pakaian dan tempat shalat hukumnya adalah wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan pakaianmu maka sucikanlah,” (QS. Al-Muddatstsir: 4) dan juga berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Najis adalah semua benda yang dihukumi kotor oleh syariat, dan dia terbagi dua:
1. Hukmiah: Yaitu benda suci yang terkena najis.
2. Ainiah: Yaitu benda yang merupakan najis.
Cara menghilangkan najis
Cara menyucikan sebuah benda yang terkena najis adalah dengan menghilangkan zat, rasa, bau dan warna dari najis tersebut. Akan tetapi kalau bau atau warnanya susah untuk hilang -misalnya pada darah haid-, maka itu dimaafkan (tidak masalah) selama zat sudah hilang dan benda tersebut sudah dihukumi suci. Ini berdasarkan kisah Khaulah bintu Yasar yang bertanya kepada Nabi tentang darah haid yang mengenai pakaian, maka beliau menjawab, “Cukup kamu siramkan air dan tidak mengapa dengan bekasnya.” HR. Abu Daud [Lihat: Manarus Sabil: 1/24 dan As-Subul: 1/169]
Akan tetapi diperkecualikan darinya masalah istijmar (bebersih dari tinja dan kencing dengan menggunakan batu atau yang semisalnya). Karena sudah diketahui bersama bahwa tinja tidak akan hilang secara sempurna dengan batu tapi pasti masih tersisa sedikit najis, akan tetapi bersamaan dengan itu syariat memaafkannya. Ini adalah pendapat dari Imam Asy-Syafi’i. [Lihat Al-Bidayah: 1/59]
Adapun berapa kali mencucinya, maka tidak ada dalil yang menerangkan jumlahnya kecuali pada jilatan anjing, dicuci sebanyak 7 kali. Maka asalnya kalau disiram satu kali najisnya sudah hilang maka itu sudah cukup. [Lihat: Al-Mumti’: 1/420-423]
Air yang jumlahnya banyak bila kejatuhan atau tercampur dengan benda najis yang sedikit, tidak akan berubah hukumnya menjadi najis. Selama air itu tidak berubah warnanya menjadi warna najis, atau berubah baunya menjadi bau najis, atau berubah rasanya menjadi rasa najis. Bahkan sebagian ulama menjelaskan bahwa patokan air tersebut najis atau tidak adalah perubahan, bukan sedikit dan banyaknya kadar air. Selama air tidak berubah warna, bau dan rasanya maka air tersebut tidak najis walaupun kurang dari dua kullah (sekitar 200 liter)
Seandainya pada salah satu pakaian yang dicuci ada najisnya, misalnya air kencing, atau darah, nanah, kotoran manusia, muntah dan sejenisnya, lalu pakaian itu direndam di air bersama dengan pakaian lainnya, maka selama air rendaman itu tidak mengalami perubahan menjadi najis, maka air itu tidak najis. Indikatornya bisa menggunakan salah satu dari tiga hal di atas yang kami sebutkan.
Dan perlu saudara ketahui, apakah najis hanya bisa dihilangkan dengan air? Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini -dan merupakan pendapat Al-Hanafiah- adalah bahwa yang menjadi patokan dalam masalah ini adalah hilangnya zat najis tersebut. Karenanya kalau zat najisnya sudah hilang maka berarti dia telah suci, walaupun hilangnya najis tidak dengan menggunakan air. Misalnya: Tinja manusia yang mengalami istihalah (perubahan wujud) menjadi tanah maka dia menjadi suci, atau kencing di kain hilang oleh angin dan sinar matahari (tanpa disiram air) maka dia juga sudah dianggap suci, atau sandal yang menginjak najis digosokkan ke tanah. Walaupun tidak diragukan bahwa alat yang paling afdhal digunakan untuk membersihkan najis adalah air, karena dia lebih menyucikan.
Semoga setelah membaca jawaban dari kami penannya dapat menarik kesimpulan tentang hukum mencuci pakaian di laundry.
Wallahu A’lam