Larangan Melaknat

Diriwayatkan dari Tsabit bin Dhahak r.a, dari Rasulullah saw., beliau bersabda, “Tidak boleh seorangpun bernadzar atas sesuatu yang tidak dimilikinya. Melaknat seorang mukmin seperti membunuhnya. Barangsiapa membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia maka ia akan diadzab pada hari kiamat. Barangsiapa membuat pengakuan dusta untuk memperbanyak harta maka Allah tidak akan menambah hartanya melainkan akan bertambah sedikit. Demikian pula yang memaksakan diri bersumpah palsu dan dusta untuk melariskan dagangannya,” (HR Bukhari [6047] dan Muslim [110]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang shiddiq tidaklah pantas suka melaknat,” (HR Muslim [2597]).

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, bahwa Abdul Malik bin Marwan mengirim hadiah kepada Ummu Darda berupa perabotan rumah miliknya. Kemudian pada suatu malam Abdul Malik bangun pada malam hari lalu memanggil pelayannya. Kelihatannya pelayannya agak lambat datang. Maka Abdul Maik melaknatnya. Pagi harinya, Ummu Darda’ berkata kepadanya, “Tadi malam aku dengan engkau melaknat pelayanmu ketika engkau memanggilnya. Sungguh aku mendengar Abu Darda r.a, berkata, ‘Tukang laknat tidak akan menjadi pemberi syafa’at dan kesaksian pada hari kiamat nanti’,” (HR Muslim [2598]).

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain r.a, ia berkata, “Ketika Rasulullah saw. sedang dalam perjalanan, ada seorang wanita yang mengendarai unta. Wanita itu menggerutu lantas mengutuk untanya. Rasululah saw. mendengar hal itu dan berkata, ‘Ambillah barang-barang yang ada di atasnya dan tinggalkanlah ia karena ia telah dikutuk’.”

Imran berkata, “Sekarang aku melihat unta itu berjalan di tengah-tengah manusia dan tidak ada satupun orang yang mau mendekatinya,” (HR Muslim [2595]).

Diriwayatkan dari Abu Barzah al-Aslami r.a, ia berkata, “Ketika seorang wanita mengendarai seekor unta yang membawa barang-barang suatu kaum, ia melihat Nab saw., dan jalan di perbukitan yang sempit itu menyulitkan perjalan mereka. Wanita itu berkata, “Hal (kata bentakan), ya Allah kutuklah unta ini.”

Nabi saw. bersabda, “Janganlah berjalan bersama kami unta yang telah mendapat laknat,” (HR Muslim [2596]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, dikatakan kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, berdo’alah untuk kejelekan orang musyrik.” Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat, tetapi aku diutus untuk membawa rahmat,” (HR Muslim [2599]).

Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub r.a, ia berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Janganlah kalian suka melaknat dengan laknat Allah, dengan kemurkaan-Nya, dan dengan neraka,” (Hasan, HR Abu Dawud [4906]).

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, suka melaknat, keji, lagi suka berkata kotor’,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1977]).

Diriwayatkan dari Abu Darda’ r.a, ia berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu maka laknatnya akan naik ke langit, pintu-pintu langit ditutup kemudian laknat tersebut kembali turun ke bumi dan pintu bumi pun ditutup. Lalu laknat tadi pergi ke arah kanan dan kiri. Jika tidak ada pintu masuknya maka kembali kepada orang yang dilaknat dan jika ternyatakan orang yang dilaknat tidak berhak mendapatkannya maka laknat tersebut kembali kepada yang melaknat,” (Hasan lighairihi, HR Abu Dawud [4905]).

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. keluar ke lapangan pada hari Idul Adha atau idul Fitri. Lalu beliau melintas dengan kelompok wanita dan bersabda, ‘Wahai sekalian wanita, bersedekahlah sesungguhnya diperlihatkan kepadaku bahwa mayoritas penduduk neraka adalah para wanita.’ Para wanita bertanya, ‘Mengapa ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Karena kalian terlalu banyak melaknat dan tidak mensyukuri kebaikan suami. Aku tidak pernah melihat makhluk yang kurang akal dan agamanya yang bisa menaklukkan akal kaum laki-laki yang kuat selain daripada kalian.’ Para wanita bertanya lagi, ‘Dimana letak kekurangan akal dan agama kami ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Bukankan persaksian satu orang wanita tidak sebanding dengan persaksian satu orang laki-laki?’ Para wanita menjawab, ‘Benar, ya Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Itulah tanda kekurangan akalnya dan bukanlah ketika wanita sedang haidh tidak melaksanakan shalat dan juga tidak berpuasa?’ Para wanita menjawab, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Itulah tanda kekurangan agamanya’,” (HR Bukhari [305] dan Muslim [79]).

Kandungan Bab:

  1. Sangat haram hukumnya atas kaum muslimin saling melaknat, dimana dosa melaknat seorang muslim seperti dosa membunuhnya.
  2. Barangsiapa suka melaknat berarti ia telah keluar dari kesempurnaan iman. Sebab banyak melaknat bertentangan dengan kesempurnaan keyakinan dan penyerahan diri.
  3. Orang yang suka melaknat tidak berhak memberikan syafa’at dan tidak diterima persaksiannya pada hari kiamat kelak. Sebab seorang yang diangkat menjadi saksi dan dapat memberi syafaat hanyalah orang yang bertakwa yang tidak memiliki sifat menjatuhkan kehormatan dirinya, atau bukan orang yang memiliki agama yang tipis, atau seorang yang semena-mena terhadap hamba-hamba Allah lainnya.
  4. Haram hukumnya saling melaknat dengan laknat Allah, murka Allah, atau dengan ancaman neraka.
  5. Laknat akan kembali kepada orang yang melaknat apabila orang yang dilaknat tidak pantas untuk dilaknat.
  6. Tidak boleh melaknat hewan, benda mati, dan tumbuh-tumbuhan.
  7. Memperingatkan kaum wanita agar tidak banyak melaknat, sebab hal itu merupakan faktor penyebab mereka masuk ke dalam neraka.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/393-395.