Diriwayatkan dari Abu Juray Jabir bin Salim r.a, ia berkata, “Aku melihat seorang laki-laki yang pikirannya senantiasa diterima oleh orang banyak dan tidak ada yang mengomentari ucapannya.” Aku bertanya, “Siapa ini?” Mereka menjawab, “Ini Rasulullah saw.” Lalu aku katakan, “Alaikas salaam ya Rasulullah.” sebanya dua kali. beliau bersabda, “Jangan kamu katakan alaikas salaam, karena ucapan itu adalah salam untuk orang-orang mati. Tetapi ucapkanlah, ‘assalamu’alaikum’,” (Takhrij telah disebutkan pada bab sebelumnya).
Kandungan Bab:
- Larangan mengucapkan salam dengan salam kepada orang mati, alaikas salaam.
- Sebagian orang mengira bahwa ucapan salam orang yang sudah meninggal berbeda dengan ucapan salam orang-orang yang masih hidup dengan berdalilkan dengan hadits ini. Al-Khaththabi membantah pendapat ini dalam kitab Ma’alimus Sunnah (VI/48), “Ucapan alaikas salaam adalah salamnya orang-orang mati membuat orang-orang salah dan mengira bahwa sunnah mengatakan ucapan alaikas salaam kepada mayat sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang awam.”
Dalam sebuah hadits shahih dari Nabi saw., yaitu ketika beliau memasuki areal perkebunan beliau mengucapkan, “As-salamu’alaikum wahai penduduk perkampungan orang-orang mukmin.” Terlebih dahulu beliau mengucapkan do’a keselamatan daripada orang yang dido’akan sebagaimana yang beliau ucapkan untuk orang yang masih hidup. Beliau mengatakan ‘alaikas salaam adalah ucapan untuk orang meninggal, karena waktu itu kebiasaan orang-orang mengucapkan ucapan ini untuk mayat, yakni terlebih dahulu menyebutkan nama si mayat baru diikuti dengan do’a. Hal ini tercantum dalam bait sya’ir mereka, seperti ucapan penyair, “Alaika salamullah ya Qois bin Ashim, dan semoga mendapat rahmat sesuai dengan kehendak-Nya.”
Dan sebagaimana ucapan as-Samakh, “Alaika salaam dari kulit yang disamak, dan keberkahan Tangan Allah pada kulit yang tercabik.”
Jadi Sunnah ucapan salaam untuk mayat tidak berbeda dengan ucapan untuk orang yang masih hidup berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. yang telah kita sebutkan tadi. Allahu a’lam.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/374-375.