Larangan Menyebarkan Rahasia

Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah suatu kaum berkumpul kecuali jika mereka mampu memegang amanah,” (Shahih al-Jami’ish Shaghiir wa Ziyaadatihi [7604]).

Diriwayatkan dari Tsabit dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah saw. mendatangiku di saat aku sedang bermain bersama anak-anak lain, lalu beliau mengucapkan salam kepada kami dan mengutusku untuk suatu keperluan sehingga ibuku menanti-nantiku. Ketika aku datang ibuku bertanya, ‘Apa yang membuatmu sampai terlambat?’ Aku menjawab, ‘Aku baru saja disuruh Rasulullah saw. untuk suatu keperluan.’ Ibu bertanya lagi, ‘Untuk keperluan apa?’ Aku menjawab, ‘Rahasia.’ Ibu berkata, ‘Jangan kamu beritakan kepada siapapun tentang rahasia Rasulullah saw. tersebut.’ Anas berkata, ‘Ya Tsabit, jikalau aku menceritakan rahasia tersebut kepada seseorang, tentunya aku juga akan memberitahumu’,” (HR Bukhari [6289 dan Muslim [2482]).

Kandungan Bab:

  1. Majelis merupakan amanah dan tidak halal seseorang menceritakan rahasia orang lain.

    Al-Munawi berkata, “Hadits ini berbentuk khabar yang mengandung makna larangan.”

  2. Menjaga rahasia teman dan tidak menceritakannya kepada orang lain merupakan salah satu sikap yang mulia dan adab islami.
  3. Dalam menjaga rahasia hendaknya kita ketahui bahwa tidak boleh menceritakan rahasia seseroang semasa ia hidup jika merugikan orang tersebut. Apabila ia sudah meninggal dan dengan menceritakan rahasianya dapat merendahkan martabatnya maka hukumnya sama seperti semasa ia hidup.

    Namun apabila menjaga rahasia tersebut akan mengakibatkan terjadinya pertumpahan darah atau dapat merobek kehormatan seseorang, atau dapat mengakibatkan harta seseorang terampas maka menjaga rahasia tersebut hukumnya haram bahkan wajib untuk disebarkan. Allahu a’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/372-373.