Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, “Seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw., ‘Berilah aku sebuah wasiat!’ Lantas beliau menjawab, ‘Jangan marah!’ Lalu orang itu mengulang-mengulang pertanyaannya dan beliau bersabda, ‘Jangan marah!’,” (HR Bukhari [6116]).
Ada beberapa hadits yang termasuk bab ini dari Abu Darda’ dan Jariyah bin Qudamah.
Kandungan Bab:
- Celaan terhadap sifat marah dan menjauhkan penyebab timbulnya kemarahan, sebab hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
- Marah yang tercela apabila berkaitan dengan urusan dunia dan marah yang terpuji apabila bertujuan untuk membela agama Allah. Rasulullah saw. tidak akan marah kecuali apabila peraturan Allah dilanggar.
- Rasulullah saw. memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan sebab yang dapat meredakan kemarahan tersebut. Yakni sebagai berikut:
- Rasulullah saw. memerintahkan orang yang sedang marah agar mengucapkan isti’adzah dari syaitan yang terkutuk.
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shardin r.a, ia berkata, “Ketika aku sedang duduk bersama Nabi saw. ada dua orang laki-laki yang saling mencaci dan diantara mereka ada yang wajahnya sudah memerah dan urat-uratnya menegang, lalu Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat, jika ia ucapkan kalimat tersebut maka akan reda apa yang sedang ia alami. Apabila ia ucapkan a’udzubillahi minasy syaitanir rajiim (aku berlindung kepada ALlah dari syaitan yang terkutuk) maka akan hilang yang sedang ia alami,” (HR Bukhari [3282] dan Muslim [2610]).
Hal ini berasal dari firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu mereka melihat kesalahan-kesalahannya,” (Al-A’raaf: 200).
- Nabi saw. memerintahkan kepada yang sedang marah agar bersikap diam.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian marah maka hendaklah ia diam,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [245]).
- Rasulullah saw. menyuruh orang yang sedang marah agar duduk atau berbaring.
Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a, dari Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian sedang marah, sementara ia berdiri maka hendaklah ia duduk. Jika kemarahan belum juga reda maka hendaklah ia berbaring,” (Shahih, HR Abu Dawud [4782]).
- Orang yang mampu menahan diri ketika marah dan tidak memberi peluang kepada syaitan, dikatagorikan oleh Rasulullah saw. sebagai orang yang lurus.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bukanlah orang yang dikatakan kuat itu, kuat dalam bergulat, tetapi yang dikatakan kuat adalah orang yang mampu menahan diri ketika marah,” (HR Bukhari [6114]).
Coba perhatikan percakapan antara Umar bin Abdul Aziz dengan anaknya Abdul Malik. Suatu hari Umar bin Abdul Aziz sedang marah. Lalu Abdul Malik berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Anda yang telah diberi Allah kedudukan dan keistimewaan mengapa Anda marah seperti ini?”
Lantas Umar berkata, “Apakah kamu tidak pernah marah wahai Abdul Malik?” Abdul Malik menjawab, “Tidak ada gunanya bagiku keluasan hatiku apabila aku tidak dapat menyembunyikan amarahku sehingga tidak terlihat.”
- Rasulullah saw. memerintahkan orang yang sedang marah agar mengucapkan isti’adzah dari syaitan yang terkutuk.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/287-289.