Biografi Imam Muslim Bin Al Hajjaj Rahimahullah

Imam Muslim

A. Nama dan Kunyah

Dia adalah seorang Imam besar, Al-Hafizh, dermawan, dan seorang yang jujur, Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz. Keturunan Qusyairi, berkebangsaan Naisaburi, pengarang kitab “Ash-Shahih”, salah seorang imam hadits yang tepercaya, hafizh, penulis, ahli fiqih, dan termasuk penduduk Khurasan.

B. Penisbatan

Al-Qusyairi: yaitu penisbatan kepada Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah bin Amir bin Sha’sha’ah, sebuah kabilah besar yang banyak para ulama yang dinisbatkan padanya.

Ibnu Hazm Al-Andalusi menyebutkan bahwa Qusyair bin Ka’ab melahirkan keturunannya dan Imam Muslim bin Al-Hajjaj termasuk di antara mereka, sedangkan rumah Ibnu Qusyair berada di Andalusia, yaitu Hayan.

Al-Qalqasyandi berkata, “Bani Qusyair berasal dari Amir bin Sha’sha’ah dari Hawazin dari keturunan Adnan.

C. Domisili

An-Naisaburi: Penisbatan kepada Naisabur, yaitu sebuah kota terbaik di Khurasan, banyak tercatat keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki kota ini. Disebut Naisabur karena dahulu ada orang yang bernama Sabur, ia berkata saat melihat daerah tersebut, “Tempat ini cocok untuk dijadikan kota.” Sebelumnya tempat tersebut dipenuhi oleh pepohonan bambu, lalu Naisabur ini memerintahkan agar bambu- bambu itu ditebang dan dibangun kota, sehingga disebut Naisabur. An- Nai artinya bambu dan yang masyhur dengan penisbatan semacam ini tidak terhitung.

D. Kelahiran

Imam Muslim lahir di Naisabur, sebuah kota yang terletak di Khurasan pada tahun 204 H menurut pendapat yang lebih benar.

Ibnu Khalkan berkata, “Saya tidak mengetahui seorang pun di antara para huffazh yang menyebutkan secara tepat kelahiran beliau dan perkiraan umurnya, tetapi mereka bersepakat bahwa Imam Muslim lahir setelah tahun 200 H. Guru kami -Taqiyuddin Abu Amr Utsman yang dikenal dengan Ibnu Shalah telah menyebutkan tahun kelahirannya, kira-kira tahun 202 H.”

Imam Adz-Dzahabi berkata, “Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 204 H.”

Khalkan mengatakan, “Kemudian terungkap oleh saya apa yang dikatakan oleh Ibnu Shalah, ternyata dia (Ibnu Shalah) mengatakan tahun 206 H, hal ini dinukil dalam kitab “Ulama al-Amshaar” yang disusun oleh Al-Hakim Abu Abdillah Bani Al-Bai’an-Naisaburi. ”

Ibnu Katsir menyebutkan, “Beliau lahir pada tahun kematian Asy- Syafi’i, yaitu tahun 204 H.” Tidak disebutkan tentang masa kecil dan kehidupan keluarga Imam Muslim.

E. Masa Pertumbuhan

Imam Muslim Rahimahullah adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, sebagaimana riwayat-riwayat yang menceritakan tentang dirinya, seperti Adz-Dzahabi menjelaskan dalam kitab “Siyar an- Nubalaa” bahwa beliau adalah seorang pengusaha, dermawan kota Naisabur yang memiliki banyak harta dan kekayaan.

Al-Hakim berkata, “Ia adalah seorang pedagang muslim toko Mahmasy, melancarkan bisnisnya di Ustuwa, saya melihat anak keturunannya dari pihak wanita di rumahnya. Dan saya pernah mendengar ayah saya mengatakan, ‘Saya melihat Muslim bin Al-Hajjaj mengeluarkan hadits di toko Mahmasy, beliau adalah sosok yang memiliki postur tubuh sempurna, rambutnya dan jenggotnya putih, dan sorbannya diuraikan sampai ke pundaknya.”

F. Perjalanannya dalam Mencari hadits

Imam Adz-Dzahabi berkata, “Imam Muslim pertama kali men- dengarkan (hadits) pada usia 18 tahun, yaitu dari Yahya bin Yahya At-Tamimi. Melakukan haji pada usia 20 tahun dan belum berjenggot, kemudian berguru pada Al-Qa’nabi di Mekah, dia adalah guru terbesarnya. Kemudian mendengar dari Ahmad bin Yunus serta Jama’ah di Kufah. Setelah itu, beliau kembali pulang ke negerinya, dan selanjutnya mengadakan perjalanan kembali setelah beberapa tahun sebelum berusia 30 tahun. ”

Ketahuilah, bahwasanya Muslim Rahimahullah adalah salah satu pemimpin, ahli hadits, pembesar ulama dalam masalah ini, hafalannya kuat dan teliti. Beliau selalu mengadakan perjalanan dalam rangka mencari hadits kepada para imam di berbagai kota dan negeri. Diakui kecerdasannya dalam masalah ini tanpa diperselisihkan oleh kalangan cendekiawan dan orang-orang jenius. Kitab beliau selalu dijadikan referensi dan pegangan dari zaman ke zaman.

Para ulama yang beliau ambil haditsnya adalah:

Di Khurasan: Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih, dan lain-lain.

Di Ray: Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan, dan lain-lain.

Di Hijaz: Said bin Manshur, Abu Mus’ab, dan lain-lain.

Di Mesir: Amr bin Sawwad, Harmalah bin Yahya, dan lain-lain.

Dan banyak ulama-ulama lainnya.

Beliau juga mendatangi Baghdad berkali-kali dan mengambil hadits dari ulama setempat. Terakhir kunjungannya ke daerah itu adalah pada tahun 259 H.

G. Guru Imam Muslim

Guru beliau banyak sekali, di antaranya adalah Ibrahim bin Khalid Al-Yasykuri, Ibrahim bin Dinar At-Tamar, Ibrahim bin Ziyad Sabalan, Ibrahim bin Said Al-Jauhari, Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’arah, Ibrahim bin Musa Ar-Razi, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi, Ahmad bin Ja’far Al-Ma’qiri, Ahmad bin Janab Al-Mishshishi, dan Ahmad bin Jawwas Al-Hanafi, serta ulama-ulama lainnya yang tidak bisa disebutkan di sini.

H. Hubungan Beliau dengan Gurunya, Imam Al-Bukhari

Ketika Imam Al-Bukhari mengunjungi Naisabur, saat itu yang menjadi murid beliau dan mendengarkan apa yang beliau katakan adalah Abu Hatim dan Abu Zarah, sedangkan Muslim belum sampai kepadanya. Akan tetapi, pada akhirnya, Imam Muslim dekat dengannya dan berkali-kali menemuinya.

Al-Khathib berkata, “Imam Muslim telah mengikuti jalur Imam Al-Bukhari, mengambil teori ilmunya, dan selalu beriringan dengannya.”

Ad-Daruqutni berkata, “Kalau bukan Al-Bukhari, niscaya Muslim tidak akan mengadakan perjalanan dan mendatanginya.”

Sedangkan Ahmad bin Hamdun Al-Qashar berkomentar, “Saya melihat Muslim bin Al-Hajjaj datang menemui Al-Bukhari kemudian mencium di antara dua matanya seraya berkata, Izinkan saya mencium kakimu, wahai guru para guru, penghulu ahli hadits, paling baiknya hadits dengan illat-illatnya (alasan-alasannya). Kemudian Muslim menanyakan padanya tentang hadits kaffarat (penutup) majlis lalu Al-Bukhari menyebutkan hadits dan illatnya. Setelah selesai, Imam Muslim berkata, “Tidak ada orang yang membencimu selain penghasut dan saya bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang semisal denganmu.

Imam Muslim selalu membela Imam Al-Bukhari, sampai suatu ketika permasalahan yang terjadi antara beliau (Al-Bukhari) dengan Muhammad bin Yahya Adz-Dzahli dapat diselesaikan dengan perantara Imam Muslim.

Abu Abdillah bin Muhammad bin Ya’qub Al-Hafizh berkata, “Ketika Imam Al-Bukhari tinggal di Naisabur, maka Muslim sering kali bolak-balik menemuinya. Kemudian pada saat terjadi perselisihan antara Al-Bukhari dengan Muhammad bin Yahya dalam masalah lafazh, sehingga Muhammad menyeru manusia agar tidak menemui Al-Bukhari, hingga akhirnya beliau hijrah dan keluar dari Naisabur di masa sulit tersebut, maka banyak manusia yang tidak menemuinya lagi selain Muslim. Sesungguhnya ia tidak meninggalkan Al-Bukhari dan terus mengunjunginya.”

Sampai pada suatu ketika Adz-Dzuhli berkata di dalam majlisnya yang saat itu dihadiri oleh Imam Muslim, “Ingatlah, barangsiapa mengambil perkataan Al-Bukhari dalam masalah lafazh dalam Al-Qur’an, maka hendaknya ia meninggalkan majlis kami.” Maka seketika itu juga Imam Muslim bangkit dari majlisnya dan pulang ke rumahnya. Selanjutnya beliau mengumpulkan semua apa yang pernah beliau kumpulkan dari perkataan Adz-Dzuhli, kemudian mengirimkan kumpulan itu kepadanya dan meninggalkan seluruh riwayat darinya. Sehingga Imam Muslim tidak menyisakan satu pun riwayat darinya atau meriwayatkan darinya, baik dalam kitab “Ash-Shahih” maupun lainnya, lalu keduanya saling memisahkan diri.

I. Murid-Murid Imam Muslim

At-Tirmidzi meriwayatkan satu hadits, Ibrahim bin Ishaq Ash- Shairafi, Ibrahim bin Abi Thalib, Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan Al-Faqih, Abu Hamid Ahmad bin Hamdun bin Rustum Al-A’masyi, Abu Al-Fadhl Ahmad bin Salamah Al-Hafizh, Abu Amr Ahmad bin Nashr Al-Khafaf Al-Hafizh, Abu Sa’id Hatim bin Ahmad bin Mahmud Al-Kindi Al-Bukhari, dan masih banyak yang lainnya.

J. Kedudukan dan Pujian Para Ulama terhadap Imam Muslim

Para ulama telah bersepakat atas kemuliaan, kepemimpinan, ketinggian martabat dan kecerdasan yang dimiliki Imam Muslim dalam hasil karyanya serta kejeniusannya. Mereka mengakui kedalaman ilmunya dan termasuk dalil terbesar atas keagungan, kepemimpinan, sikap wara’, kecerdasan, dan keseriusan serta kedalaman ilmu beliau di dalam masalah hadits, juga sarat dengan ilmu adalah kitabnya yang berjudul Ash-Shahih.

Al-Hakim berkata, “Saya mendengar Abu Abdirrahman As-Sulami mengatakan, ‘Suatu ketika, saya melihat seorang syaikh yang memiliki wajah, pakaian, dan selendang yang bagus, sedangkan sorbannya terurai sampai pundaknya. Kemudian dikatakan, ‘Inilah Muslim, maka beberapa pembesar kerajaan maju dan berkata, ‘Sesungguhnya Amirul Mukminin telah memerintahkan agar Muslim bin Al-Hajjaj menjadi imam kaum muslimin. Lalu mereka menyuruhnya maju lalu Muslim bertakbir dan mengimami kaum muslimin.””

Ia juga berkata, “Saya membaca tulisan Abu Amr yang didiktekan, yang mendiktekan kepada kami saat itu adalah Ishaq bin Manshur pada tahun 251 H, sementara Muslim bin Al-Hajjaj terus menekuninya. Maka Ishaq bin Manshur menoleh kepada Muslim seraya berkata, ‘Kebaikan tidak akan lenyap selama Allah menakdirkan keberadaan engkau untuk kaum muslimin.

Abu Abdirrahman bin Abu Hatim berujar, “Muslim adalah seorang penghafal yang tsiqah (tepercaya), pernah meriwayatkan di Ray. Ketika ayahku ditanya mengenainya, ia menjawab, ‘Muslim adalah seorang yang sangat jujur.”

Abu Quraisy Al-Hafizh berkomentar, “Saya pernah mendengar Muhammad bin Basyar berkata, ‘Para Huffazh dunia ada empat orang, yaitu Abu Zar’ah di Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah Ad-Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara'”

Ahmad bin Salamah berkata, “Saya melihat Abu Zar’ah dan Abu Hatim lebih mengutamakan Muslim dalam pengertian Ash-Shahih di atas para syaikh pada masa mereka.”

Ia juga mengatakan, “Dan saya mendengar Al-Husain bin Manshur berkata, ‘Aku mendengar Ishaq bin Rahawaih menyebutkan nama Muslim, maka ia mengatakan dengan bahasa Persia yang maknanya:

(Lelaki apakah orang ini?! Ungkapan takjub, -pent

Abu Amr bin Hamdan berkata, “Saya bertanya kepada Al-Hafizh Ibnu Uqdah tentang Al-Bukhari dan Muslim, manakah di antara keduanya yang lebih berilmu? Maka ia menjawab, “Muhammad (Al- Bukhari) adalah seorang berilmu dan Muslim juga berilmu”

Gurunya yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Farra bercerita tentangnya, “Muslim adalah salah satu ulamanya manusia dan gudangnya ilmu, saya tidak mengetahuinya kecuali kebaikan, dia seorang pedagang kain dan ayahnya Al-Hajjaj termasuk seorang guru.”

Abu Bakar Al-Jarudi berkata, “Muslim bin Al-Hajjaj telah memberi- tahukan kepada kami dan dia adalah gudangnya ilmu.”

Maslamah bin Qasim berkomentar, “(Muslim) adalah seorang yang tsiqah dan memiliki kedudukan mulia di antara para ulama.”

Ibnu Al-Akhram berujar, “Kota kami ini hanya menghasilkan tiga orang ahli hadits, yaitu Muhammad bin Yahya, Ibrahim bin Abi Thalib, dan Muslim. ”

K. Komentar Para Ulama Tentang Kitab “Ash-Shahih” Karya Muslim

Ulama yang pertama kali menyusun (Ash-Shahih) adalah Al-Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Ja’fi, dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi Al-Qusyairi telah membacanya dari mereka sendiri.

Dan Muslim meskipun telah mengambil hadits dari Al-Bukhari, tetapi dia telah menghimpun hadits dengan jumlah banyak dan melimpah di dalam kitabnya, suatu jumlah yang belum ada seorang pun bisa menyamainya. Sebagian manusia lebih mengutamakan Shahih Muhammad bin Isma’il, karena keistimewaan kitab tersebut yang menghimpun kumpulan jalur-jalur hadits, konteks yang bagus dan menjaga keotentikan lafazh, tanpa ada yang terputus atau riwayat dengan makna.”

Sedangkan orang yang mengutamakan -dari para syaikh Maroko- kitab Muslim di atas kitab Al-Bukhari, apabila yang dimaksudkan adalah bahwa kitab Muslim itu lebih unggul karena tidak bercampur, kecuali yang shahih, maka sesungguhnya tidak ada sesuatu setelah khuthbahnya, melainkan hadits shahih yang disebutkan tanpa ada campuran seperti apa yang ada dalam kitab Al-Bukhari.

Demikian halnya dengan hadits mu’allaq yang hilang satu atau lebih perawi dari permulaan isnadnya, maka hal yang banyak terjadi pada kitab Al-Bukhari dalam masalah itu, di dalam kitab Muslim jarang sekali didapatkan.” Al-Hafizh Abu Ali An-Naisaburi berkata, “Tidak ada kitab di kolong langit ini yang lebih shahih dibandingkan kitab Muslim dalam ilmu hadits. ”

Barangsiapa hendak membuktikan pengetahuannya dalam Shahih Muslim Rahimahullah dan mau menelaah terhadap apa yang telah disimpan dalam isnad-isnadnya, kemudian penertibannya, keelokan teks, keindahan metode berupa tahqiq yang bagus dan mutiara ketelitian, berbagai jenis wara’, kehati-hatian dan ketekunan dalam meriwayatkan, menyimpulkan jalur-jalur dan meringkaskannya, ketelitian dalam membedakan dan mempublikasikan, banyak menelaah dan luasnya riwayat, serta lain-lain dari keindahan-keindahan, hal-hal yang mengundang decak kagum, dan kelembutan-kelembutan secara terang maupun tersembunyi, maka akan diketahui bahwa beliau (Imam Muslim) adalah seorang imam yang tidak bisa diikuti jejak (dalam masalah periwayatan) setelahnya, sedikit sekali di antara ulama yang sebanding dengan beliau atau mendekati pada masanya, hal tersebut merupakan karunia dan keutamaan dari Allah yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah memiliki keutamaan yang agung.

Ibnu Asy-Syarqi berkata, “Saya mendengar Muslim mengatakan, ‘Tidaklah saya meletakkan sesuatu pun di dalam kitab saya ini, melainkan dengan hujjah dan tidak pula saya hilangkan darinya, kecuali dengan hujjah. ”

Makki bin Abdan berujar, “Saya mendengar Muslim berkata, ‘Saya memperlihatkan dalam kitabku, musnad ini kepada Abu Zar’ah, maka setiap apa yang beliau isyaratkan kepadaku berkenaan dengan kitab saya ini, apabila terdapat illat dan sebab di dalamnya saya tinggalkan, dan setiap yang beliau katakan bahwa hal itu shahih, tidak ada illat maka itulah yang saya riwayatkan’. Sekiranya para ahli hadits menuliskan hadits selama dua ratus tahun, maka kisarannya berdasarkan pada musnad ini”

Ahmad bin Maslamah mengatakan, “Dahulu saya bersama Muslim menyusun kitab Shahih-nya selama lima belas tahun dan terkumpul sebanyak dua belas ribu hadits. ”

Muhammad bin Al-Masarjasi bercerita, “Saya pernah mendengar Muslim berkata, ‘Saya menyusun Ash-Shahih ini sebanyak tiga ratus ribu hadits yang saya dapatkan dari mendengar. ”

Umar bin Ahmad Az-Zahid berkata, “Saya mendengar orang tepercaya dari sahabat kami mengatakan, ‘Saya melihat sebagaimana yang dilihat oleh orang yang sedang tidur, seakan-akan Abu Ali Az- Za’waji sedang melangkah di jalan Al-Hirah dan menangis, sedangkan di tangannya terdapat bagian dari kitab Muslim, maka saya bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?’ Ia menjawab, ‘Saya telah diselamatkan dengan ini-menunjuk pada bagian kitab itu-”

Dan Abu Amr bin Hamdan berkata, “Saya bertanya kepada Al- Hafizh bin ‘Uqdah mengenai Al-Bukhari dan Muslim, manakah di antara keduanya yang lebih berilmu? Maka ia menjawab, “Muhammad adalah seorang berilmu dan Muslim juga berilmu”, lalu saya berulang kali menanyakannya sehingga ia berujar, “Wahai Aba Amr, Muhammad telah terjatuh dalam kesalahan berkenaan dengan penduduk Syam, dia telah mengambil kitab-kitab mereka, kemudian memperhatikannya. Bisa jadi salah seorang dari mereka menyebutkan dengan kun-yahnya, dan menyebutkan namanya dalam tempat lain, sehingga menimbulkan persangkaan seakan-akan dua orang. Adapun Muslim, maka sedikit sekali terjatuh pada kesalahan dalam masalah ‘illat; karena ia telah menuliskan dalam bentuk musnad-musnad dan tidak menulis riwayat riwayat maqtu’ dan mursal.”

L. Karya-Karya Imam Muslim

  1. الجامع الصحيح

Keabsahan penisbatan kitab ini kepada Imam Muslim Rahimahullah. Para imam penulis kitab yang mencatat biografi Imam Muslim bin Al-Hajjaj Rahimahullah telah bersepakat akan penisbatan kitab ini kepadanya. Seperti halnya J. Robson yang telah menggoreskan tinta tentang Transmisi Shahih Muslim. Dan ulama-ulama lain yang memperkuat keabsahan penisbatan kitab ini kepada Imam Muslim.

  1. كتاب الكنى والأسماء

  2. كتاب المنفردات والوحدان

  3. كتاب الطباقات

  4. رجال عروة بن الزبير

(Lihat biografinya secara khusus di At-Taarikh).

  1. كتاب التمييز

  2. المسند الكبير على الرجال

  3. الجامع على الأبواب

  4. الأسامي والكنى

  5. العلل

  6. الأقران

  7. سؤلاته أحمد بن حنبل

  8. عمرو بن شعيب

  9. الانتفاع بأهب السباع

  10. مشايخ مالك

  11. مشايخ الثوري

  12. مشايخ شعبة

  13.  من ليس له إلا راو واحد

  14. أولاد الصحابة

  15. المخضرمين

  16. أفراد الشاميين

M. Akhir Hayat Imam Muslim

Muhammad bin Abdullah An-Naisaburi berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Muhammad bin Ya’kub mengatakan, ‘Saya mendengar Ahmad bin Salamah menyampaikan, ‘Suatu ketika diadakan pertemuan (majlis) yang dihadiri oleh Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj untuk saling mengingatkan, di majlis tersebut disebutkan padanya suatu hadits yang belum pernah didengarnya, maka beliau beranjak menuju rumahnya kemudian menyalakan lampu. Selanjutnya mengatakan kepada penghuni rumah, ‘Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian memasuki ruangan ini! Lalu ada yang berkata, ‘Kita telah diberi hadiah berupa keranjang yang berisi kurma’. Maka beliau menimpali, ‘Berikanlah keranjang itu kepadaku.’ Lalu mereka memberikannya. Saat itu, beliau sedang mencari hadits, sambil mengambil kurma satu per satu dan mengunyahnya. Pagi harinya kurma tersebut telah habis dan beliau sudah mendapatkan hadits. Muhammad bin Abdullah melanjutkan, ‘Aku telah mendapatkan tambahan orang tsiqah dari sahabat kami, bahwa beliau meninggal.

Ibnu Katsir berkomentar, “Dengan sebab itu, Imam Muslim merasa berat dan jatuh sakit hingga akhirnya wafat pada waktu sore hari Ahad, dan dikuburkan hari Senin tanggal 5 Rajab 261 H di Naisabur…. beliau meninggal dalam usia 57 tahun 109 sementara kuburannya sering dikunjungi.

Sumber: Syarah Shahih Muslim, Imam An Nawawi, Darus Sunnah, h. 50-60.