Ibnul Mubarak
Imam Adz-Dzahabi dalam bukunya, As-Siyar dari Nu’aim bin Hammad, berkata, “Ibnul Mubarak lebih banyak berdiam diri di dalam rumahnya. Oleh karena itu seseorang bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau tidak merasa kesepian?’ ‘Bagaimana aku merasakan kesepian sedang Rasulullah dan para sahabatnya selalu bersamaku.’ tegas Ibnul Mubarak.”
Al-Khathib dalam Taqyîd Al-‘Ilm meriwayatkan dari Ibnul Mubarak, beliau berkata, “Barangsiapa ingin mengambil faedah ilmu, maka bacalah buku-bukunya.”
Adz-Dzuhli
Disebutkan dalam Tarikh Baghdad bahwasanya Yahya bin Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli berkata, “Aku pernah menemui bapakku pada siang yang terik di waktu qailûlah (istirahat siang) ketika beliau berada di perpustakaan pribadi. Sebuah lampu ada di depannya sedang beliau asyik menyusun sebuah karya, maka aku pun berkata kepadanya, ‘Wahai Ayah, ini adalah waktu shalat, dan lampu ini masih menyala meski waktu sudah terang benderang?’ Lalu beliau menjawab, ‘Wahai putraku, kau telah berkata kepadaku seperti itu, sedang aku asyik bersama Rasulullah, sahabat, dan Tabi’in’.”
Ibnul Aʻrabi
Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayân Al-‘Ilma W Fadhlihi di satu riwayatnya menegaskan bahwa Ahmad bin Muhammad bin Syuja’ mengutus seorang budaknya kepada Abdullah bin Al- A’rabi (penulis Al-Gharib) memintanya untuk datang ke rumah. Setelah menemuinya, budak itu pun kembali kepada tuannya, seraya berkata, “Aku telah memintanya datang, namun dia malah berkata kepadaku, ‘Sekarang aku masih bersama orang-orang Arab, jika urusanku telah selesai aku akan segera datang’.” Lalu budak itu mengatakan, “Aku tidak melihat seorang pun bursamanya, kecuali hanya ada beberapa buku di depannya yang sedang beliau baca. Beliau membaca satu buku kemudian pindah ke buku yang lain.” Dan kami pun tidak menyangkanya akan datang. Lalu Abu Ayub berkata, “Wahai Abu Abdillah, Maha Suci Allah Yang Maha Agung, engkau telah mengakhirkan kedatanganmu ke rumah kami serta menghalangi kesempatanku untuk bertukar pendapat denganmu. Sungguh budak yang telah aku kirim menceritakan kejadian sebenarnya kepadaku, bahwa dia tidak melihat seorang pun bersamamu. Padahal Anda mengatakan, ‘Saya sedang duduk bersama orang-orang Arab, jika urusanku bersama mereka telah terpenuhi, aku akan segera mendatangimu’.”
Kemudian Ibnul A’rabi menjawab, “Teman-teman setia tak akan membuatmu jemu bila berbicara dengannya. Merekalah para cendekia penjaga amanah kala harus berpisah atau pun bersama. Mereka membekali dengan ilmu masa lalu, pemahaman, pendidikan serta pandangan benar. Tak ada kekhawatiran dari fitnah, jeleknya pergaulan, ucapan serta tindakan. Jika kau katakan, ‘Mereka mayat-mayat.’ Sungguh engkau tak berdusta. Jika kau katakan, ‘Mereka hidup,’ maka engkau tidak berbohong pula.”
Ada seseorang yang bertanya kepadanya, “Siapakah teman setia yang selalu mendampingimu?” Dia pun menepuk buku- bukunya sambil mengatakan, “Ini.” Orang tadi bertanya lagi, “Siapa?” “Mereka yang ada di dalam buku-buku ini,” tegas beliau.
Kekasihku adalah buku yang takkan muak denganku
Meski harta menjadi sedikit dan ketampanan mulai susut
Buku sang pujaan hatiku, di kala tak ada tambatan kalbu
Kan kurayu jikalau dia memahami rayuan kalbu
Buku… teman setiaku kala duduk, yang takkan merasa jemu
Penjelas kebenaran yang tak membuatku jemu
Buku… lautan yang takkan menarik pemberiannya
Membanjiriku dengan harta, meski harta menahannya
Buku… petunjuk terbaik untuk meraih asaku
Darinya selalu ada pengalaman baru dan penerang langkahku
Selain itu juga disebutkan bahwa, “Bait-bait inilah yang selalu terpampang pada lemari Imam Abu Bakar Al-Qaffal.”
Al-Mu’afa An-Nahrawani
Imam Al-Mu’afa bin Zakariyya An-Nahrawani Al-Jariri- beliau adalah pengikut madzhab Ibnu Jarir Ath-Thabari-(w. 390 H) dalam bukunya Al-Jalîs Ash-Shalih Al-Kafi Wa Al-Anis An-Nashih Asy-Syafi menuturkan, “Sungguh orang-orang yang memiliki reputasi dan kedudukan di dunia telah menegurku terkait beberapa kebiasaanku; berdiam diri di rumah, jarang berkunjung kepada mereka, sedikitnya pengetahuanku tentang mereka, serta sedikitnya kehadiranku dalam majelis mereka. Sehingga sebagian mereka pun bertanya kepadaku, “Tidakkah Anda merasa kesepian?’ Ataupun perkataan yang semakna dengan ini.
Maka kujelaskan kepadanya, ‘Saya berada di rumah jika telah berpisah dari teman yang ingin bersamaku dan jika berdiskusi denganku. Sebagai bentuk persahabatan yang lebih baik, lebih indah, lebih tinggi dan lebih mulia. Sebab aku selalu mencermati jejak peninggalan para malaikat, nabi, pemimpin, dan ahli hikmah. Juga orang-orang lain dari kalangan para pemimpin, menteri, raja, serta orang-orang agung, filosof, sastrawan, penulis, ahli balaghah, rajaz dan para penyair atau pun yang sepadan dengannya. Seolah-olah aku sedang bermajelis dan bertukar pikiran dengan mereka, serta tidak terasa jauh dari ceramah-ceramah yang mereka sampaikan. Karena aku selalu mengikuti berita mereka, dan pandanganku selalu tertuju pada hikmah dan ide-ide yang mereka bawa’.”
Sumber: Gila Baca Ala Ulama’, Ali bin Muhammad Al-‘Imran, Pustaka Arafah, Hal 65-69.