Tak Pernah Pisah dari Buku, Meski Harus Memanggulnya

Ulama Baca

Berikut ini beberapa kisah unik dan mengagumkan, semoga Allah memberikan rahmatnya kepada mereka yang bersusah- payah untuk mendapatkan ilmu, dan mengangkat kedudukan mereka sebagai balasan atas perbuatan dan kesabaran yang mereka jalani.

Imam Adz-Dzahabi di dalam bukunya menyebutkan bahwa Ibnu Thahir Al-Maqdisi berkata, “Aku pernah kencing darah dua kali ketika mencari hadits. Pertama, di Baghdad dan kedua di Mekah. Aku berjalan tanpa alas kaki di bawah terik panas matahari. Aku pun tidak berkendara sama sekali dalam usahaku mencari satu hadits. Buku-buku pun aku pikul dengan punggungku, tanpa harus meminta pertolongan orang lain. Hingga akhirnya aku menjadi seperti hari ini.”

Adz-Dzahabi juga menyinggung tentang Ad-Daghuli di dalam kitab At-Tadzkirah, bahwa dia pernah berkata, “Empat jilid buku yang tidak pernah aku tinggalkan baik saat berada di rumah atau pun safar: Al-Muzanî, Al-‘Ain, At-Târîkh karya Imam Al-Bukhari dan Kalilah Wa Dimnah.

Abdul Qadir Ar-Ruhawi, murid Imam Al-Hafizh Hasan bin Ahmad Al-Hamadani menjelaskan profil singkat gurunya seperti yang terkutip dari Adz-Dzail ‘Ala Thabaqât Al-Hanabilah beliau berkata, “Dia tipe orang yang tidak mudah terpengaruh godaan harta tidak pula terpedaya karenanya. Bahkan, beliau menjual harta warisan ayahnya yang berprofesi sebagai pedagang lalu beliau gunakan untuk pembiayaan mencari ilmu. hingga beliau terbiasa menempuh perjalanan jarak jauh dengan berjalan kaki sambil menggendong buku-bukunya menuju negeri Baghdad dan Ashbahan berulang kali.”

Tatkala menetap di negerinya setelah kembali dari pengembaraan menuntut ilmu-beliau mendirikan perpustakaan dan gudang yang berisi buku-buku yang telah beliau wakafkan sendiri. Selain itu, beliau juga banyak mendapatkan buku-buku induk atau buku-buku besar yang bagus lainnya dengan sistematika standar.

Abu Al-Hasan Al-Maliqi dalam bukunya Al-Marqabah Al-‘Ulya mengetengahkan biografi Al-Qadhi Ahmad bin Yazid Al-Umawi, salah satu putra mahkota Baqi bin Mukhallad Al-Qurthubi (w. 625 H), beliau berkata, “Dia mengarang sebuah buku yang menjelaskan tentang ayat- ayat mutasyabihat, seseorang pernah mengatakan, ‘Ini adalah buku yang paling bagus yang membahas ayat-ayat mutasyabihat. Beliau selalu menyertakannya baik dalam safar atau ketika berada di tempat tinggalnya.”

Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam bukunya Siyar Alâm An- Nubala’s ketika menyebutkan biografi Al-Qadhi Ar- Ramahurmuzi, penulis Al-Muhadits Al-Fashil, beliau berkata, “Ini adalah salah satu buku ilmu hadits yang paling bagus yang aku ketahui, seseorang berkata, ‘Sungguh As-Silafi hampir tidak pernah melepaskan tangan untuk membaca bukunya’.”

Disebutkan dalam Siyar An-Nubala’ bahwa Al-Hafizh Yahya bin Abdul Wahhab (Ibnu Mandah) berkata, “Aku pernah bersama pamanku (Ubaidullah) dalam sebuah perjalanan ke kota Naisabur, tatkala kami sampai di Bi’r Majannah, pamanku berkata kepadaku, ‘Dahulu aku pernah berhenti di tempat ini, tiba-tiba datanglah orang tua yang gagah lalu berkata, ‘Dahulu aku bersama ayahku pulang dari kota Khurasan, tatkala kami berada di tempat ini, tiba-tiba kami melihat ada empat puluh tumpuk muatan, aku pun mengira apa yang telah kulihat adalah pakaian tenun, namun ternyata sebuah tenda kecil yang di dalamnya ada orang tua. Orang tua tersebut adalah bapakmu. Sebagian orang pun bertanya kepadanya tentang tumpukan muatan. Lalu beliau menjawab, ‘Ini semua adalah perniagaan yang jarang disukai manusia pada zaman ini, ini adalah hadits Nabi Muhammad”

Ibnu Abi Ya’la dalam bukunya, Thabaqât Al-Hanabilah, dan Imam Adz-Dzahabi dalam Tadzkirah Al-Huffazh menyebutkan biografi Ishaq bin Manshur Al-Kauzaj (w. 251 H) bahwa Hasan bin Muhammad berkata, “Aku mendengar syaikh-syaikh kami menyebutkan bahwa Ishaq bin Manshur mendengar berita pencabutan kembali atas pernyataan-pernyataan Ahmad bin Hanbal dalam beberapa permasalahan yang beliau terangkan. Setelah itu Ishaq mengumpulkan dan memasukkan buku-buku yang mengupas permasalahan tadi ke dalam ranselnya lalu menggendongnya sampai ke negeri Baghdad dengan berjalan kaki. Sesampainya di sana beliau pun menunjukkan beberapa tulisan Ahmad bin Hanbal kepadanya pada setiap permasalahan yang dahulu pernah dia tanyakan. Setelah itu Ahmad bin Hanbal menetapkan Pernyataannya lagi untuk kedua kalinya. Ahmad bin Hanbal pun merasa kagum kepadanya.”

Yaqut dalam Mu’jam Al-Udabâ’, dan Al-Qifthi dalam Inbah Ar-Ruwah dan ditulis kembali oleh Ibnu Khallikan dalam Al-Wafayat menyebutkan biografi seorang ahli bahasa, yaitu Ibnu Al-Khatib At-Tabrizi (w. 502 H), bahwa dia pernah mendapatkan manuskrip Tahdzîb Al- Lughah karya Al-Azhari dalam beberapa jilid. Kala itu dia pun berkeinginan mempelajarinya dari seorang ahli bahasa, maka ditunjuklah baginya seseorang yang bernama Abul Ala Al-Ma’arri. Setelah itu beliau pun memasukkan manuskrip-manuskrip itu ke keranjang lalu memanggulnya di pundak dari kota Tabriz ke kota Al- Ma’arrah. Hal ini beliau lakukan karena tidak mempunyai ongkos untuk menyewa kendaraan. Hingga keringatnya pun mengalir dari punggung dan membasahi manuskrip- manuskrip tersebut.

Sumber: Gila Baca Ala Ulama, Ali bin Muhammad Al-‘Imran, Pustaka Arafah, h. 61-65