Larangan Bersisir Setiap Hari

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang bersisir kecuali dua hari sekali,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1756]).

Diriwayatkan dari Humaid bin Abdurrahman al-Humairi, ia berkata, “Aku bertemu dengan seorang laki-laki sahabat Nabi saw. seperti Abu Hurairah r.a, ia berkata, ‘Rasulullah saw. melarang kami bersisir setiap hari dan melarang kami kencing di tempat mandi’.”

Diriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, “Seorang sahabat Nabi saw. menjabat sebagai gubernur Mesir didatangi salah seorang teman-temannya. Temannya itu melihat sahabatnya ini dengan rambut yang tidak rapi dan acak-acakan. Ia bertanya, “Aku lihat rambutmu acak-acakan pada kamu seorang gubernur?” Ia menjawab, “Dulu Nabi saw. melarang kami dari irfaah.” Kami bertanya, “Apa yang dimaksud dengan ifraah?” Ia menjawab, “Yakni bersisir setiap hari,” (Shahih, HR an-Nasa’i [VIII/132]).

Kandungan Bab:

  1. Dimakruhkan bersisir secara kontinu dan berlebihan dalam menggunakan minyak rambut, sebab orang seperti itu kebiasaan orang yang berlagak hidup mewah.
  2. Pengkhususan bersisir dengan hari yang berseling bukanlah maksud hadits.

    Al-Baghawi dalam kitab Syarah Sunnah (XII/83) berkata, “Artinya bersisir setiap hari, kata irfaah berasal dari kata ar-rifh yakni unta yang mendatangi tempat minum setiap hari. Dari situ unta mengambil rifahiyah yakni berjalan santai dan tenang. Rasulullah saw. membenci berlebihan dalam menggunakan minyak wangi dan bersisir. Hal ini dapat dianalogikan kepada persaingan pakaian dan makanan sebagaimana kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang non-Arab. Jadi semua perkara ini berkaitan dengan maksud dan tujuannya. Bukan berarti tidak perlu mencuci dan membersihkannya sebab kebersihan itu termasuk bagian dari agama.”

    As-Sindi berkata pada catatan kaki untuk Sunan an-Nasaa’i (VII/132), “Maksud hadits adalah dimakruhkan melakukannya secara kontinu dan adanya pengkhususan untuk melakukannya sekali dua hari bukanlah maksud inti dari hadits ini.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/238-239.