Kekuatan Kepribadian

Ibadah

“Pribadi muslim itu memerlukan dua hal, yaitu iradah dan idarah.” (Prof. Dr. Muhammad Imarah)

Kepribadian adalah karakter dan sifat serta sikap seseorang dalam bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian manusia itu bisa eklusif bisa juga inklusif. Bisa subyektif bisa juga obyektif. Bisa introvert bisa juga ekstrovert. Bahkan ada juga yang membagi menjadi empat model karakter. Pertama, sanguinis berarti pribadi yang optimis, aktif dan sosial. Kedua, koleris yaitu pribadi yang pemarah, tergesa gesa, dan mudah tersinggung. Ketiga, melankolis berarti pribadi analitis, bijak dan tenang. Keempat, plegmatis yaitu pribadi yang santai dan damai.

Setiap muslim memiliki kepribadian yang dibangun di atas norma-norma Islam. Kepribadian muslim itu disebut Al-Qur’an seperti pohon kurma yang kokoh akarnya, itulah keimanannya Menjulang batangnya, itulah ibadahnya. Dan buah kurmanya yang manis dan bergizi, itulah akhlaknya. Allah berfirman:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةِ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Nabi Muhammad mengarahkan kita semua agar berkepribadian yang kokoh dan tangguh.

لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً؛ تَقُولُونَ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنًا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطَنُوا أَنْفُسَكُمْ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا.

“Janganlah kamu menjadi orang yang ikut-ikutan dengan mengatakan, kalau orang lain berbuat baik kami pun berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim. Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berperinsip: jika orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan maka janganlah kamu berbuat zalim (seperti mereka).” (HR. At-Tirmidzi)

Imam Ghazali menyampaikan pembentukan pribadi muslim itu melalui empat tahapan penyucian:

Pertama, membersihkan anggota tubuh dari kotoran yang najis dan hadats yang membatalkan wudhu.

Kedua, membersihkan tubuh dari segala macam dosa.

Ketiga, membersihkan jiwa dari karakter buruk.

Keempat, membersihkan qalbu dari selain Allah.

Memang begitu terjal jalan membersihkan jiwa dari karakter buruk dan menggantinya dengan karakter baik; menjauhkan pribadi dari karakter sombong, tamak, dengki, pelit, pengecut, minder dan karakter buruk lainnya. Mengubah karakter itu membutuhkan waktu lama. Maka dari itu, waktu yang efektif adalah masa pendidikan. Itulah kesimpulan banyak pihak agar pendidikan itu ditekankan pada karakter selain kompetensi dan literasi. Potensi kepribadian seorang muslim itu luar biasa, karena Rasulullah mendorongnya agar mencapai tingkat perfeksionis.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُم عَمَلًا أَنْ يُنقِنَهُ.

“Sesungguhnya Allah cinta pada salah seorang di antara kalian, apabila melakukan sesuatu, dia mengerjakannya dengan ‘itqan (perfeksionis).” (HR. Ath-Thabrani dan Al- Baihaqi)

Prof. Dr. Muhammad Imarah, pemikir muslim dari Mesir mengatakan, pribadi muslim itu butuh dua hal, yaitu iradah  dan idarah. Maksudnya? Iradah yang berarti menggunakan keinginan secara benar dalam mengelola kehidupan. Keinginan tersebut perlu di-manage dengan idarah, yaitu menejemen keinginan.

Agar maksimal dan positif, iradah (keinginan) harus diarahkan dalam sepuluh dimensi berikut:

Pertama, keinginan yang terkait dengan hak Allah agar pengenalan kepada Allah dilanjutkan dengan ketaatan kepada Nya.

Allah berfirman:

فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ

“Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?” (QS. Yunus: 32)

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam’.” (QS. Al-An’aam: 162)

Kedua, keinginan yang terkait dengan mengikuti Rasulullah agar menjadi manusia yang mulia.

Ketiga, keinginan selalu terhubung dan berinteraksi selalu dengan Al-Qur’an.

Keempat, keinginan yang terkait dengan cita-cita surga dan cara meraihnya.

Kelima, keinginan yang terkait cara menghindari api neraka.

Keenam, keinginan yang dipenuhi rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang tak terhingga.

Ketujuh, keinginan untuk memperoleh kehidupan yang bahagia dan memperoleh husnul khatimah.

Kedelapan, keinginan agar tidak terjerumus oleh rayuan setan manusia dan jin yang bisa mencelakakan dunia-akhirat.

Kesembilan, keinginan untuk membawa dirinya terhindar dari segala karakter buruk dan negatif.

Kesepuluh, keinginan untuk menggali pengalaman manusia dari setiap orang yang meninggal.

Karena setiap orang memiliki rekam jejak sendiri; karena hidup hanya sekali, maka wajib kita kawal agar jangan menjadi orang yang gagal. Nah, agar keinginan itu terarah mencapai sepuluh dimensi itu, dibutuhkan idarah yaitu manajemen. Ada empat langkah menajemen:

Satu, planning atas keinginan agar mencapai hasil yang maksimal.

Kedua, actuating berupa pelaksanaan keinginan sesuai dengan tujuan dan rencana yang sudah dibuat.

Ketiga, mengorganisasi semua potensi agar keinginan itu optimal sesuai target.

Keempat, evaluasi terhadap semua langkah yang sudah dijalankan, sehingga bila ada kesalahan bisa diperbaiki, dan bila ada prestasi dapat ditingkatkan.

Luar biasa. Begitu hebatnya potensi manusia muslim ini. Apalagi jika berbagai potensi ini digabungkan, maka akan menjadi kekuatan kepribadian yang bisa membangun kehidupan umat dan bangsa, bahkan peradaban manusia.

Sumber: Mempersiapkan Kekuatan Umat Islam, Ustadz Farid Okbah, Aqwam, Hal 79-84