Jika ada seseorang berkata, “Celaan dilontarkan kepada bid’ah dan pujian diberikan kepada As-Sunnah. Lalu apa sebenarnya bid’ah dan As Sunnah itu? Karena menurut hemat kami, setiap ahli bid’ah yang mengaku sebagai bagian dan Ahlus-Sunnah.”
Jawabannya: Menurut pengertian bahasa, As-Sunnah itu adalah jalan. Tidak dapat diragukan bahwa ahlun naqli wal atsari, yaitu orang- orang yang mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabat adalah Ahlus Sunnah, sebab mereka berada di atas jalan itu, yang di sana tidak ada hal baru yang diada- adakan. Sebab hal-hal baru dan bid’ah itu baru muncul sepeninggal Rasulullah dan para shahabat.
Bid’ah merupakan ungkapan tentang suatu perbuatan yang belum ada, karena itu perlu diada-adakan. Yang lebih sering terjadi, bid’ah ini berseberangan dengan syariat dan bertentangan dengannya, entah dengan cara menambahi atau mengurangi. Kalau pun toh bid’ah itu tidak bertentangan dengan syariat, orang-orang salaf tetap membencinya, dan mereka pasti menghindar dari setiap ahli bid’ah. Jika perbuatan itu dalam perkara yang memang diperbolehkan dan menjaga gambaran yang asli, maka itulah yang disebut itha’.
Karena itu Zaid bin Tsabit menolak perkara yang baru, yaitu menghimpun mushhaf-mushhaf Al-Qur’an seperti yang diperintahkan Abu Bakar dan Umar. Dia berkata, “Bagaimana mungkin kalian berdua melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?”
Saat Sa’d bin Malik mendengar seseorang berkata, “Aku memenuhi panggilan-Mu wahai Rabb yang menguasai lapisan-lapisan langit”, maka dia berkata, “Kami tidak mendengar ucapan semacam itu pada zaman Rasulullah .”
Abdullah bin Mas’ud diberitahu seseorang sahabat bahwa ada sekumpulan orang yang duduk-duduk di dalam masjid seusai maghrib. Di tengah-tengah mereka ada satu orang yang berkata, “Bertakbirlah kepada Allah begini dan begini, bertasbihlah kepada Allah begini dan begini, bertahmidlah kepada Allah begini dan begini!”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Jika engkau melihat mereka berbuat seperti itu lagi, segera beritahu aku dan beritahukan pula tempat mereka!”
Maka orang itu mendatangi sekumpulan orang yang dimaksud dan ikut duduk bersama mereka. Ketika mereka berbuat seperti itu, dia segera bangkit dan menemui Abdullah bin Mas’ud. Setelah diberitahu, Abdullah bin Mas’ud (orang yang temperamental) menemui mereka dan berkata, “Namaku Abdullah bin Mas’ud. Demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, kaliarı telah mendatangkan bid’ah secara zhalim dan kalian merasa lebih hebat dari ilmu para sahabat Muhammad. Hendaklah kalian mengikuti jalan (As- Sunnah). Jika kalian mengambil jalan kiri atau kanannya, tentu kalian akan tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.”
Ibnu Auf berkata, “Ketika kami berada di dekat Ibrahim An-Nakha’i. tiba-tiba muncul seseorang yang berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Imran. berdoalah kepada Allah agar Dia menyembuhkan penyakitku!’ Kulihat rasa tidak suka terhadap perkataan orang itu, sehingga kami bisa melihat ketidaksukaannya itu lewat raut mukanya.”
Muhammad bin Rayyan berkata, “Suatu kali Dzun Nun didatangi beberapa orang yang bertanya tentang bisikan-bisikan hati. Maka dia menjawab, “Aku tidak mau berbicara tentang hal ini, karena ini termasuk hal baru. Lebih baik bertanyalah kepadaku tentang shalat atau pun hadits.”
Muhammad bin Rayyan juga menuturkan, “Dia pernah melihatku mengenakan selop bewarna merah. Maka dia berkata, “Copotlah selop itu, karena itu bisa mengundang perhatian, dan Rasulullah tidak pernah memakai yang seperti itu. Beliau mengenakan selop bewarna hitam.”
Sumber: Terjemah Talbisu Iblis, Ibnul Jauzi, Pustaka Al Kautsar, Hal 33-34.