1. Bersihkan Hati
الأول: أن يطهر قلبه منكل غش ودنس وغلّ وحسد وسوء عقيدة وخلق؛ ليصلح بذلك لقبول العلم وحفظه والاطلاع على دقائق معانيه وحقائق غوامضه
“Pertama, hendaknya membersihkan hati dari segala perbuatan curang, kotor, benci, dengki, akidah yang buruk dan perangai (budi pekerti) yang tidak baik; hal itu dilakukan untuk memperbaiki dalam menerima ilmu, menjaganya serta mengulas makna-maknanya secara detail dan hakikat-hakikatnya yang samar.”
2. Kedudukan Ilmu
فإن العلم كما قال بعضهم: صلاة السر وعبادة القلب وقربة الباطن
“Karena sebagaimana yang disampaikan oleh sebagian ulama bahwa ilmu itu adalah shalat yang tersembunyi, ibadah hati dan kedekatan batin.”
3. Syarat Menimba Ilmu
وكما لا تصلح الصلاة التي هي عبادة الجوارح الظاهرة إلا بطهارة الظاهر من الحدث والخبث فكذلك لا يصح العلم الذي هو عبادة القلب إلا بطهارته عن خبث الصفات وحدث مساوئ الأخلاق ورديئها
“Sebagaimana tidak dibenarkan (tidak sah) shalat yang mana merupakan ibadah anggota tubuh yang nyata kecuali dengan kesucian fisik dari hadats dan najis, maka demikian juga dengan ilmu, yang mana merupakan ibadah hati, maka tidak dibenarkan menimbanya kecuali dalam keadaan suci dari sifat-sifat yang jelek, buruk dan akhlak yang hina.”
4. Keberkahan Ilmu Karena Hati Yang Baik
وإذا طيب القلب للعلم ظهرت بركته ونما، كالأرض إذا طيبت للزرع نما زرعها وزكا
“Jika hati sudah baik dalam menerima ilmu, maka nampak keberkahan ilmu itu dan juga perkembangannya, seperti tanah yang subur untuk bercocok tanam, maka tanamannya akan bertumbuh dan berkembang.”
وفي الحديث: “إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد كله ألا وهي القلب”
Dalam sebuah hadits berbunyi: “Sesungguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” (HR. Muslim)
5. Terhalangnya Cahaya Memasuki Hati
وقال سهل: “حرام على قلب أن يدخله النور وفيه شيء مما يكره الله عز وجل”
Sahl berkata: “haram atas hati untuk dimasuki cahaya sedangkan didalamnya terdapat hal-hal
yang dibenci Allah ’Azza wa Jalla.”
Sumber: Adab Murid Terhadap Diri Sendiri, Syafri Muhammad Noor, Lc., hal 7-9.