Menjadi Kekasih Allah (Bagian 1)

Cinta Allah

Alhamdulillah, ini adalah ringkasan atau rangkuman ke-2 saya dari kajian bersama beliau ustadz Farid Ahmad Okbah, MA. melalui chanel youtube Alislam Channel. Kali ini kita akan membahas tema kajian yang berjudul Menjadi Kekasih Allah. Rasulullah SAW bersabda,

كل الناس يغدو فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها

“Setiap manusia akan berjalan menuju Allah. Maka ada yang membebaskan dirinya atau membinasakan dirinya. (HR. Muslim)

Baik kita rinci satu persatu dari dua tipe manusia ini. Adapun manusia yang tipe pertama, dia selalu fokus kepada Allah, membebaskan seluruh kehidupannya dari kepentingan duniawi. Fokus terhadap Allah ridho-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya. Sebagaimana yang ia pahami dari Surah Adz-Dzariyat, 51:56.

Sedangkan ibadah adalah segala sesuatu yang terkumpul di dalamnya hal yang dicintai Allah dan diridai-Nya. Baik itu berupa perkataan maupun perbuatan, zahir dan batin.

Allah juga menegaskan dalam Surah Al-An’am, 6:162 yang berbunyi,

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,”

Hal ini menandakan bahwa segenap jiwa dan raga kita hanya untuk Allah azza wajalla.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat yang shahih lagi masyhur, tentang sahabat Rabi’ bin Amir Radiyallahu ‘anhu yang diutus untuk menemui Rustum panglima Persia. Ketika ia ditanya tentang maksud kedatangannya dan apa misi yang ia bawa sehingga harus jauh-jauh datang dari negeri seberang. Maka ia mengatakan hal yang sangat mengagumkan yang menjadi ciri khas orang-orang yang selalu mendapatkan kasih sayang Allah.

ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة الاعباد الى عبادة رب العباد ومن الظلمات الى النور ومن جور الأديان الى عدل الاسلام ومن ضيق الدنيا الى سعة الدنيا والأخرة

“Kami diutus oleh Allah untuk mengeluarkan penyembahan makhluk kepada makhluk, untuk kembali hanya kepada Allah. Dari kegelapan menuju cahaya. Dari agama yang zalim menuju Islam yang adil. Dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat.

Mari kita urai satu per satu. Bahwa jelaslah hanya Allah Dzat yang Maha Esa yang berhak diibadahi. Sehingga tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain-Nya. Sehingga ketundukan dan ketaatan hanya kepada Allah. Hal ini menghindarkan manusia dari sistem Feodalisme.

Bahwa Islam memberikan konsep serta menjanjikan kepada para pemeluknya akan kebahagiaan yang bukan hanya di dunia yang sesaat lagi fana, akan tetapi dengan keluasan dunia dan akhirat yang kekal abadi.

Mengganti kezaliman agama-agama yang dipeluk oleh manusia selain agama Islam menuju Islam yang rahmatan lil alamin. Karena hanya Islam yang terbukti mampu memberikan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.

Sedangkan bagi orang-orang yang memasuki golongan kedua, Allah menegaskan akan sifat mereka yang penuh kehinaan. Hal ini ditegaskan dalam surat Thoha ayat 124-125.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْۤ اَعْمٰى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا

“Dia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?”

Beliau, ust. Farid menceritakan kisah Christina Onasis yang diwarisi kepadanya kekayaan dari orang tuanya sehingga bisa dikatakan, kekayaan yang ia miliki tidak akan habis walaupun dibagikan kepada tujuh turunannya. Bahkan ia sudah mencoba keliling dunia, lalu menikah hingga 3 kali, akan tetapi ia menulis di secarik kertas “aku tidak bahagia, maka aku akhiri kehidupanku dengan bunuh diri.”

Ya, ia akhiri kehidupannya dengan peristiwa tragis yaitu bunuh diri. Padahal bisa jadi orang mengira bahwa ia adalah orang paling bahagia, ternyata sebaliknya justru ia orang yang paling sengsara, karena ia tidak memiliki iman.

Islam menawarkan solusi terbaik. Dan ini menjadi misi Islam yang dibawa oleh para nabi dan rasul alaihimus shalatu wasallam. Tercantum dalam surah An-Nahl ayat 97.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًـا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَـنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةً ۚ وَلَـنَجْزِيَـنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَ حْسَنِ مَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Pembuktian iman adalah dengan amal yang dilakukan. Sehingga seseorang diakui keimanannya manakala ia beramal dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para salafus shalih.

Akan tetapi dalam beribadah pun seorang muslim harus seimbang dan proporsional. Karena Islam mengajarkan konsep keseimbangan. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam shahihnya. Perihal 3 pemuda yang hendak menyamai kesalihan Rasulullah SAW dengan jalan tidak mau menikah, akan membujang terus. Selalu puasa dan tidak akan berbuka. Selalu mendirikan sholat dan tidak mau tidur. Mendengar hal tersebut Rasulullah menegur mereka dan menjelaskan bahwa beliau SAW adalah orang yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling paham tentang agama Islam. Akan tetapi beliau sholat dan beliau pun tidur. Rasulullah puasa dan beliau juga berbuka. Bahkan beliau menikahi para wanita (istri-istri Rasulullah). Dengan menegaskan,

فمن رغب عن سنتي فليس مني

“Siapa pun yang membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari & Muslim)

Adapun orang-orang yang layak menjadi kekasih Allah adalah sebagaimana yang tercantum dalam surah Yunus ayat 62-64.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَلَاۤ اِنَّ اَوْلِيَآءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” (QS. Yunus 10: Ayat 63)

لَهُمُ الْبُشْرٰى فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ ۗ لَا تَبْدِيْلَ لِـكَلِمٰتِ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. Yunus 10: Ayat 64)

Secara eksplisit Allah SWT menggambarkan tentang kenikmatan para wali Allah yaitu para kekasih Allah dalam surah Yasin ayat 55-58.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ اَصْحٰبَ الْجَـنَّةِ الْيَوْمَ فِيْ شُغُلٍ فٰكِهُوْنَ

“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).”

(QS. Yasin 36: Ayat 55)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

هُمْ وَاَزْوَاجُهُمْ فِيْ ظِلٰلٍ عَلَى الْاَرَآئِكِ مُتَّكِــئُوْنَ

“Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.”

(QS. Yasin 36: Ayat 56)

لَهُمْ فِيْهَا فَاكِهَةٌ وَّلَهُمْ مَّا يَدَّعُوْنَ

“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan.”

(QS. Ya-Sin 36: Ayat 57)

سَلٰمٌ ۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ

“(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.”

(QS. Ya-Sin 36: Ayat 58)