Bermain Panahan Bagi Perempuan, Apakah Menyerupai Laki-Laki?

Dari Atha’ dari seorang dari suku Hudzail ia berkata, “Aku melihat Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash sedangkan rumahnya di tanah Halal dan masjid yang menjadi langganan beliau shalat ada di tanah Haram. Saat aku bersama beliau, beliau melihat Ummu Saad putri Abu Jahl menenteng busur panah dan berjalan seperti gaya jalan laki-laki. Beliau bertanya, ‘Siapakah gerangan wanita ini?’. Seorang dari suku Hudzail mengatakan, ‘Ini adalah Ummu Saad binti Abu Jahl.’ Beliau mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِالرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ، وَلَا مَنْ تَشَبَّهَ بِالنِّسَاءِ مِنَ الرِّجَالِ

“Bukanlah bagian dari umatku laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (Hadits riwayat. Ahmad no.6875, sanadnya dinilai hasan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad).

Hadits ini juga semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ.

“Rasulullah Shallallahi alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (Hadits riwayat Bukhari no. 5885)

Adapun yang diharamkan dalam masalah penyerupaan perempuan terhadap laki-laki hanya pada hal yang menjadi kekhususan laki-laki. Maka seorang perempuan tidak diperkenankan menggunakan pakaian yang menjadi ciri khas laki-laki, juga tidak diperkenankan berbicara sebagaimana laki-laki berbicara, tidak berjalan seperti cara laki-laki berjalan, dan lain sebagainya yang menjadi ciri khas seorang laki-laki. Berbeda jika hal tersebut tidak menjadi ciri khas bagi seorang laki-laki, atau hal tersebut berlaku umum baik untuk laki-laki maupun perempuan, maka hal tersebut tidak diharamkan.

Ini adalah kaedah umum dalam masalah ini, hanya saja untuk detailnya bisa berubah sesuai dengan urf (kebiasaan) yang senantiasa berubah sesuai dengan negara, zaman, dan lain sebagainya. Jika pada suatu masa ada perbuatan yang menjadi ciri khas bahwa itu adalah perbuatan laki-laki, kemudian seiring berjalannya waktu ia berubah menjadi satu buah keumuman baik bagi laki-laki maupun perempuan, maka pada zaman itu tidak diharamkan bagi perempuan untuk mengerjakannya. Apa yang menjadi ciri khas bagi satu jenis kelamin di suatu negeri, bisa jadi berbeda di negeri lain karena mempertimbangkan adat kebiasan.

Berkata Imam Al-Munawy berkenaan dengan hadits, “Rasulullah Shallallahi alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki”,

“Ini dalam masalah yang memang dikhususkan seperti pakaian, perhiasan, perkataan, dan lain sebagainya. Berkata Imam Ibnu Jarir, ‘Diharamkan bagi seorang laki-laki untuk memakai cadar, gelang kaki, kalung, dan lain sebagainya. Juga diharamkan menjadi seperti banci ketika berbicara. Dan diharamkan bagi laki-laki untuk memakai sandal yang tipis dan berjalan ditengah khalaya umum dan pasar-pasar.’

“Apa yang disebutkan oleh beliau berupa sandal yang tipis adalah kekhususan perempuan pada zamannya, adapun pada zaman sekarang hal tersebut tidak menjadi kekhususan bagi perempuan.” (Faidhul Qodir Syarah Al-Jami’ Ash-Shoghir 5/271)

Adapun yang dimaksud dengan tasyabbuh (penyerupaan) dengan kaum laki-laki dalam hadits di atas hanya berupa menggantungkan busur sebagaimana laki-laki menggantungkannya dan berjalan sebagaimana berjalannya seorang laki-laki. Adapun latihan memanah bagi kaum perempuan, selama ia tidak berjalan selayaknya laki-laki, atau berpakaian selayaknya laki-laki, maupun menggantungkan busur layaknya laki-laki, maka latihan tersebut tidak dilarang karena hukum asal latihan memanah adalah boleh.

Berkata Ibnu Ruslan, berkata Syafiiyah, “Seorang perempuan tidak boleh mengenakan pakaian perang yang terbuat dari emas atau perak, karena hal tersebut mengakibatkan dirinya menyerupai kaum laki-laki. Meskipun diperbolehkan bagi wanita untuk ikut berperang.”

Berkata Imam An-Nawawy, “Yang benar bahwa penyerupaan perempuan terhadap laki-laki dan sebaliknya adalah haram sebagaimana diterangkan oleh hadits yang shahih.” (Syarh Sunan Abi Daud 16/335)

Kesimpulannya, bahwa perempuan yang sedang bermain atau berlatih memanah, selama tempat yang digunakan aman dari pandangan laki-laki, ia tidak dilatih oleh laki-laki yang bukan mahramnya, dan ia juga tidak menyerupai laki-laki baik dalam perilaku maupun pakaian, maka tidak mengapa.

Syaikh Bin Bazz pernah ditanya tentang olahraga bagi para pemudi, beliau menjawab,

“Olahraga sangat bervariasi. Kata olahraga bersifat umum, maka olahraga bagi anak-anak perempuan tidak menyelisihi syariat. Yaitu dengan berjalan kaki ditempat yang khusus antara mereka dan tidak berbaur dengan laki-laki, tidak pula dilihat oleh laki-laki. Atau dengan berenang secara khusus antara mereka di rumah atau di sekolah selama tidak dilihat oleh laki-laki. Hal tersebut tidak mengapa.

“Jika olahraga menjadikan laki-laki dan perempuan bercampur baur, atau menjadikan laki-laki dapat melihat aurat perempuan, atau dapat mendatangkan keburukan, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Seharusnya antara laki-laki dan perempuan dipisah ditempat yang berbeda.” (Nur Ala Darb, Syaikh Bin Bazz)

Wallahu A’lam Bish Shawab

Diterjemahkan dan diringkas dari

https://islamqa.info/ar/answers/364067/ هل-رياضة-رماية-القوس-والسهم-للمراة-تعد-من-التشبه-بالرجال