Pertama, wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan dan berhati-hati dalam menggunakan lisannya. Jangan sampai lisannya mengucapkan kalimat yang membahayakan dan tidak bermanfaat baginya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh lisan sangat mematikan, dan tidak ada sesuatu yang lebih membahayakan bagi seseorang melebihi lisannya. Allah berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (Qaf: 18)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kata yang ia tidak memerhatikannya, tidak memikirkan kejelekannya dan tidak khawatir akan akibat/dampaknya, ternyata karenanya ia dilemparkan ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di antara barat.” (HR. Al-Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 7406)
Diriwayatkan dari Bilal bin Harits, dari Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ
“Sungguh salah seorang dari kalian akan mengatakan suatu ucapan yang diridlai oleh Allah dan ia tidak mengira akan balasannya, lalu Allah ‘azza wajalla mencatatnya dalam keridlaan-Nya sampai Hari Kiamat. Dan sungguh, salah seorang dari kalian akan mengucapkan suatu perkataan yang dimurkai oleh Allah dan ia tidak mengira akan akibatnya, lalu Allah mencatat dalam kemurkaan-Nya hari ketika bertemu dengan-Nya” (Hadits riwayat At-Tirmidzi 2241)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْ الْإِسْلَامِ فَإِنْ كَانَ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ، وَإِنْ كَانَ صَادِقًا لَمْ يَعُدْ إِلَى الْإِسْلَامِ سَالِمًا
“Barangsiapa mengatakan, ‘Aku berlepas diri dari Islam’, apabila ia berdusta maka berlaku seperti apa yang ia katakan, dan apabila berkata benar maka ia tidak akan kembali kepada Islam dalam keadaan selamat.” (Hadits riwayat An-Nasa’i 3712)
Kedua, jika seseorang berkata dengan kalimat yang tercela, kalimat yang mengandung penghinaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya sedangkan ia tidak bermaksud untuk mengatakan hal tersebut atau ia membenci apa yang ia katakan, maka Allah mengampuninya karena ia tidak bermaksud untuk menghina. Allah berfirman,
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا
“(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.” (Al-Baqarah 286)
Diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifary, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah membiarkan(mengampuni) kesalahan dari umatku akibat kekeliruan dan lupa serta keterpaksaan.” (Hadits riwayat Ibnu Majah 2043)
Berkata Imam Ibnu Hajar, “Ini adalah hadits yang mulia. Para ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah setengah dari agama Islam. Satu buah perbuatan bisa dikerjakan karena kesukarelaan dan pilihan atau karena salah, lupa, dan keterpaksaan. Maka yang kedua ini adalah perbuatan yang dimaafkan menurut kesepakatan para ulama. Yang menjadi perbedaan di kalangan para ulama adalah bahwa yang dimaafkan adalah keburukannya saja, atau hukumnya saja, atau keduanya?” (Fathul Bary 5/161)
Ketiga, jika seseorang mengatakan perkataan yang mengandung hinaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya, ia mengatakannya dengan penuh kesadaran walaupun tidak bermaksud untuk keluar dari agama Islam, maka ia dijatuhi sesuai dengan apa yang ia katakana. Allah berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ لَا تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةًۢ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At-Taubah 65-66)
Sungguh menghina Allah, Rasul, dan agama-Nya adalah perbuatan kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari agama. hal tersebut karena pokok dari agama adalah pengagungan terhadap Allah, agama-Nya, dan Rasul-Nya. Sedangkan menghina dari ketiganya menghilangkan pokok dari agama tersebut.
Keempat, hal yang harus segera dilakukan adalah bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha. Bertaubatlah kepada Allah, jagalah lisan, dan menyesal pada setiap waktu. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, walaupun dosa yang dilakukan sangatlah besar. Sungguh Allah ta’ala menerima taubat dari seorang hamba. Allah berfirman,
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53)
Wallahu A’lam bish Shawab
Diterjemahkan dan diringkas dari
https://islamqa.info/ar/answers/175838/اساء-لدين-الله-في-كلامه-دون-ان-يقصد-الاساءة-فهل-له-من-توبة