Allah berfirman, “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim,” (Al-Baqarah: 229).
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat,” (An-Nisaa’: 19-21).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya dosa yang sangat besar di sisi Allah adalah laki-laki yang menikahi wanita, sesudah ia menunaikan hajat dengannya lantas ia mentalaknya dan membawa lari maharnya. Dan seorang yang mempekerjakan orang lain lalu ia membawa lari upahnya. Serta seseorang yang membunuh binatang ternak karena iseng,” (Hasan, HR al-Hakim [II/282]).
Kandungan Bab:
- Tidak halal bagi seorang laki-laki mengambil kembali mahar yang sudah ia berikan kepada seorang wanita (yakni isterinya) jika ia hendak mentalaknya. Meskipun ia telah memberinya mahar dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu ia tidak boleh memaksanya dan merugikannya dengan tujuan mengambil kembali mahar tersebut.
- Jika seorang wanita (isteri) melakukan kekejian yang nyata seperti zina, durhaka, penentangan dan kata-kata kotor, maka ia boleh meminta kembali mahar yang telah ia berikan kepadanya dan ia boleh membuatnya bosan lalu meminta cerai (khulu’) dan memberinya imbalan.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/77-79.