Pembahasan tentang sujud syukur akan kami rangkum dalam poin-poin berikut ini:
- Sujud syukur adalah salah satu amalan paling agung yang dilaksanakan untuk mensyukuri nikmat Allah ta’ala. Hal tersebut karena di dalamnya terdapat simbol ketundukan kepada Allah dengan merendahkan anggota tubuh manusia paling mulia, yaitu kepala. Di dalamnya juga terdapat bentuk rasa syukur yang tidak hanya diungkapkan oleh lisan, melainkan juga melibatkan hati dan seluruh anggota tubuh.
- Sujud syukur adalah salah satu sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang sudah banyak ditinggalkan oleh manusia.
- Perbedaan yang terdapat dalam masalah sujud syukur adalah perbedaan yang lemah.
- Sujud syukur disyariatkan tatkala kaum muslimin secara umum mendapatkan kenikmatan yang melimpah, atau karena mereka terhindar dari bahaya, atau bagi individu yang mendapatkan kenikmatan secara khusus, atau karena ia terhindar dari bahaya.
Berkata Imam Asy-Syaukani, “Jika ada yang bertanya, ‘Bukankah kita selalu mendapatkan nikmat dari Allah, dan nikmat-Nya tidak terputus?’ Maka jawabannya adalah bahwa nikmat yang dimaksud adalah nikmat yang baru, yaitu nikmat yang memiliki kemungkinan untuk bisa didapatkan atau tidak. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak bersujud syukur melainkan tatkala mendapatkan nikmat yang baru bersamaan dengan nikmat-nikmat lainnya yang terus Allah berikan kepada beliau di setiap waktu. (As-Sail Al-Jarar 1/175)
- Yang benar bahwa di dalam sujud syukur tidak memiliki syarat sebagaimana syarat di dalam shalat seperti harus suci, menutup aurat, menghadap kiblat dan lain sebagainya. Ini adalah pendapat kebanyakan salaf yang diambil oleh sebagian Malikiyah, Ibnu Jarir, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim, Asy-Syaukani, As-Shon’ani, dan dirajihkan oleh Syaikh Bin Bazz, Syaikh Utsaimin, dan yang lainnya.
- Pendapat yang rajih dalam masalah sujud syukur bahwa tidak harus didahului dengan takbir, baik di awalnya maupun di akhirnya, tidak perlu adanya tasyahud atau salam. Dan ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Bahkan Imam Ibnu Taimiyah menganggap bahwa adanya tasyahud dan salam dalam sujud syukur adalah bid’ah.
- Di dalam sujur syukur tidak disyariatkan dzikir tertentu, akan tetapi seseorang membaca dzikir sesuai dengan keadaannya, baik berupa mengucapkan pujian kepada Allah, mengucapkan syukur, do’a, dan istighfar. Berkata Imam Asy-Syaukani, “Jika ditanyakan apa yang harus dibaca dalam sujud syukur karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mencontohkan, maka jawabannya adalah diharuskan bagi mereka yang melaksanakan sujud syukur untuk memperbanyak ucapan syukur kepada Allah, karena sujud ini adalah sujud syukur.” (As-Sail Al-Jarar 1/286)
- Seseorang tidak melaksanakan sujud syukur saat ia mendapat kabar bahagia sedangkan saat itu ia sedang melaksanakan shalat. Jika seseorang tetap melaksanakan sujud syukur dengan sengaja tatkala ia sedang shalat, maka shalatnya batal. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan sebagian besar Hanabilah. Sedangkan sebagian Hanabilah yang lain berpendapat bahwa disunnahkan untuk melaksankan sujud syukur walaupun ia sedang melaksanakan shalat. Hal ini dikiaskan dengan sujud tilawah. Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa sujud syukur membatalkan shalat, pendapat ini diambil oleh Syaikh Ibnu Utsaimin.
- Sujud syukur disyariatkan kepada mereka yang sedang diperjalanan dan berada di atas tunggangannya. Ia bersujud dengan menggunakan tanda sesuai dengan kemampuannya.
- Diperbolehkan untuk mengqadha’ sujud syukur jika tidak mampu melaksanaknnya sesaat setelah mendapat nikmat dari Allah.
Diringkas dari penelitian dengan judul “Sujudus Syukri wa Ahkamuhu Fie Fiqhi Al-Islamy” karangan Dr. Abdullah bin Abdul Aziz Al-Jabrain
Wallahu A’lam Bish-Shawab