Islam adalah agama yang selalu mengajarkan tentang nasehat dan menerima nasehat. Tidak ada keberuntungan bagi seseorang kecuali mereka saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran. Allah ta’ala berfirman,
وَالۡعَصۡرِۙ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al-Asr 1-3)
Dari dari kata saling memberikan nasehat memiliki makna bahwa seseorang harus mampu memberikan nasehat, dan mampu untuk menerima nasehat oleh orang lain. Maka, tatkala orang lain memberikan nasehat, kita harus memperhatikan adab dalam menerima nasehat. Agar nasehat yang diberikan tidak hanya menjadi sebagai wacana, apalagi menjadi wasilah untuk timbulnya perpecahan.
Maka adab dalam menerima nasehat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Menerima nasehat dengan lapang dada.
Maka seseorang tidak boleh menjadi seperti seorang pasien yang menerima resep obat, namun ia tidak menghiraukannya dan justru melakukan apa yang ia inginkan. Sehingga yang terjadi adalah sakit yang ia derita tak kunjung sembuh dan semakin parah. Ketahuilah, siapa saja yang mencintai seseorang, pasti ia akan memberi nasehat kepadanya tatkala ia melakukan sesuatu yang salah. Sebagian orang bijak mengatakan,
اثنان ظالمان: رجلٌ أُهديت إليه النصيحة فاتَّخذها ذنبًا – يعني لناصحه – ورجلٌ وُسِّع له في المجلس فجلس مُتربِّعًا
“Dua orang yang dzalim: orang yang diberi nasehat, namun ia menggap nasehat tersebut adalah satu buah dosa yang dilakukan oleh si pemberi nasehat, dan orang yang diperluas untuknya tempat duduk di dalam majlis, namun justru ia duduk bersila.”
Ketahuilah bahwa kebanyakan penolakan terhadap nasehat terjadi karena merasa benar dan takjub dengan pemikirannya sendiri. Padahal, nasehat harus kita posisikan seperti bunga rayhan. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
من عرض عليه ريحان فلا يرده فانه خفيف المحمل طيب الريح
“Barangsiapa ditawarkan kepadanya bunga rayhan maka janganlah ia menolaknya, sesungguhnya ia mudah dibawa dan harum aromanya.” (HR. Muslim: 20, 2253).
Maka lihatlah sikap para salaf tatkala mereka diberi nasehat. Diriwayatkan dari Zain bin Kumait, ia mendengar seseorang berkata kepada Abu Hanifah,
اتق الله. فانتفض واصفرّ وأطرق. وقال: جزاك الله خيرا, ما أحوج الناس كل وقت إلى من يقول لهم مثل هذا.
“Bertakwalah kepada Allah!” Mendengar itu, Imam Abu Hanifah gemetar, wajahnya pucat pasi, dan kepalanya menunduk. Kemudian ia berkata: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Betapa manusia sangat membutuhkan seseorang yang berkata seperti ini kepada mereka setiap saat” (Siyar A’lam al-Nubala 6/400).
Sungung menerima nasehat itu seperti meminum obat yang sangat pahit. Dan orang hanya akan mau meminum obat tatkala ia tahu betapa enaknya menjadi orang yang sembuh. Diriwayatkan oleh Maimun bin Mihran, ia mengatakan kepada Ja’far bin Burqan,
يا جعفر، قل لي في وجهي ما أكره، فإن الرجل لا ينصح أخاه حتى يقول له في وجهه ما يكره.
“Katakanlah di hadapanku secara langsung tentang hal-hal yang tidak aku sukai, karena sesungguhnya seseorang belum dikatakan menasehati saudaranya dengan sebenarnya, sampai dia mengatakan hal-hal yang tidak disukai oleh saudaranya itu langsung di hadapannya.” (Siyar A’lamin Nubala’ 5/75)
- Segera kembali kepada kebenaran jika yang dinasehatkan adalah benar.
Kembali kepada kebenaran adalah suatu keutamaan. Sementara berpegang pada kebatilan adalah suatu keburukan. Seorang muslim harus berhati-hati berada di antara orang-orang yang telah difirmankan Allah,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُه فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِه ۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ وَاِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللّٰهَ اَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْاِثْمِ فَحَسْبُه جَهَنَّمُ ۗ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh (Jahanam itu) tempat tinggal yang terburuk.” (Al-Baqarah 204-206)
- Berterimakasih kepada orang yang memberi nasehat.
Sungguh orang yang paling berhak untuk mendapatkan kebaikan adalah mereka yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Allah berfirman,
هَلْ جَزَاۤءُ الْاِحْسَانِ اِلَّا الْاِحْسَانُۚ
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)
Maka tatkala kita mendapatkan nasehat dari orang lain, ia juga berhak mendapatkan rasa terimakasih dari kita. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain)”. (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صُنع إليه معروفٌ فقال لفاعله: جزاك الله خيراً، فقد بالغ في الثناء
“Barangsiapa yang telah mendapatkan kebaikan dari seseorang, lalu ia berkata kepada pelaku kebaikan tersebut, “Jazaakallahu khairan”, berarti ia telah sampai pada derajat memujinya (telah berterima kasih kepadanya dengan memujinya).” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Inilah tiga adab bagi orang yang mendapatkan nasehat dari orang. Semoga Allah ta’ala senantiasa menjadikan kita sebagai orang yang selalu memperbaiki diri dari nasehat orang lain.
Wallahu a’lam bish shawab