Waktu shalat dhuha adalah saat ketinggian matahari sekitar satu tombak, yaitu sekitar 15 atau 20 menit setelah terbitnya matahari. Dan batas waktu pelaksanaannya adalah sebelum masuknya waktu shalat dzuhur. Lebih tepatnya sekitar 5 sampai 10 menit sebelum waktu shalat dzuhur, yaitu sebelum datangnya waktu yang dilarang untuk melaksankan shalat. (Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 14/306)
Imam Ibnu Muflih berkata,
وقتها من خروج وقت النهي إلى الزوال , والمراد والله أعلم قبيل الزوال ؛ للنهي
“Dan waktu pelaksanaan shalat dhuha adalah setelah waktu dilarangnya melaksanakan shalat (setelah shubuh) sampai tergelincirnya (matahari). Dan maksud dari sebelum tergelincirnya matahari adalah sebelum datangnya waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalat. Wallahu a’lam” (Al-Furu’: 1/567)
Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam masalah mengadha’ shalat dhuha apabila terlewatkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa shalat dhuha dapat diqadha’. Dan pendapat ini adalah pendapat yang shahih menurut Syafi’iyah dan sebagian dari Hanabilah. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa shalat dhuha tidak ada qadha’ bagi yang tidak mengerjakannya. Dan ini adalah pendapat lama dari Imam Asy-Syafi’i, madzhab dari Hanafiyah dan Malikiyah.
Berkata Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ bahwa para Syafiiyah mengatakan, “Shalat sunnah nawafil terbagi menjadi dua, yang pertama adalah yang tidak ditentukan waktunya secara sepesifik, seperti shalat gerhana, shalat meminta hujan, dan shalat tahiyatul masjid. Apabila terlewatkan untuk mengerjakan shalat ini, maka tidak diqadha’ (tidak mengganti). Yang kedua adalah shalat yang waktunya telah ditentukan secara spesifik seperti shalat Ied, shalat dhuha, shalat sunnah rawatib seperti shalat sunnah setelah shalat dzuhur, maka ada tiga pendapat. Adapun pendapat yang shahih dari tiga pendapat tersebut adalah disunnahkan untuk mengqadha’nya. Pendapat ini adalah pendapat yang terdapat pada qoulul jaded Imam Asy-Syafi’i.
“Adapun pendapat yang kedua adalah pendapat yang menyatakan bahwa tidak perlu di qadha’. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i pada qoulul qadim dan merupakah pendapat Imam Abu Hanifah.
“Sedangkan pendapat yang ketiga adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat yang berdiri sendiri seperti shalat shalat Ied dan shalat dhuha, maka diqadha’. Sedangkan shalat yang tidak berdiri sendiri seperti shalat sunnah rawatib yang terikat dengan shalat-shalat wajib, maka tidak diqadha’.” (Al-Majmu’3/532)
Sedangkan Hanafiyah menerangkan bahwa shalat sunnah apabila terlewatkan, maka tidak diqadha’ kecuali shalat sunnah fajar. Maka ia diqadha’ selama belum terbenamnya matahari. (Al-Fatawa Al-Hindiyah 1/112)
Malikiyah berpendapat sama, bahwa shalat sunnah nafilah tidak ada qadha’ selain shalat sunnah fajar. (Balaghatus Salik 1/408)
Syaikh Ibnu Utsaimin memilih pendapat bahwa shalat dhuha tidak diqadha’ apabila telah terlewatkan. (Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin 14/305)
Wallahu A’lam Bish-Shawab
Diterjemahkan dan diringkas dari
https://islamqa.info/ar/answers/72828/هل-تقضى-صلاة-الضحى-اذا-خرج-وقتها