Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى. فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ.
“Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang diatas adalah yang memberi (mengeluarkan infaq) sedangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta.” (Hadits riwayat Bukhari 1429)
Juga diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ
“Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya (sudah tercukupi kebutuhannya). Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya”. (HR. Bukhari no. 1427 dan Muslim no. 1034)
Dan dari Hakim bin Hizam ia berkata, “Saya meminta sedekah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau pun memberikannya padaku, kemudian aku meminta lagi, maka diberikannya lagi, kemudian aku meminta lagi, maka beliau pun memberikannya lagi. Sesudah itu, beliau bersabda,
إنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِطِيبِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى
“Sesungguhnya harta ini adalah lezat dan manis. Maka siapa yang menerimanya dengan hati yang baik, niscaya ia akan mendapat berkahnya. Namun, siapa yang menerimanya dengan nafsu serakah, maka dia tidak akan mendapat berkahnya, Dia akan seperti orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (Hadits Riwayat Muslim no. 1717)
Faedah dari Hadits
- Hadits dari Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu adalah dalil yang menunjukkan bahwa shadaqah tidak hanya mengikat orang kaya dan berkemampuan. Akan tetapi setiap orang juga harus bersedekah, yaitu dengan memulai bersedekah kepada tanggunagannya seperti anak dan istrinya. Barulah setelah itu, ia bersedekah kepada orang-orang yang jauh darinya. Dan hal ini seringkali diabaikan oleh orang yang selalu mencari orang miskin dan orang yang membutuhkan. Mereka mengira bahwa memberikan nafkah kepada anak dan istri merupakan sebuah ibadah yang akan mendapat pahala di sisi-Nya. Bahkan memberikan nafkah kepada keluarga didahulukan daripada memberikan sedekah kepada orang miskin, karena memberikan nafkah hukumnya adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ
“Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (Al-Baqarah 219)
Kata Al-Afwu dalam ayat tersebut memiliki makna apa saja yang lebih dari kebutuhan. (Tafsir Ibnu Katsir)
- Dalam hadist-hadits di atas menunjukkan keutamaan tangan di atas daripada tangan di bawah, walaupun makna dari hal tersebut, para ulama berbeda pendapat. Dan pendapat yang paling shahih sesuai dengan hadits Abdullah Ibnu Umar
فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ
“Tangan yang diatas adalah yang memberi (mengeluarkan infaq) sedangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta.”
Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa tangan ada empat, yang paling baik adalah tangan yang memberi nafkah, kemudian tangan yang tidak meminta, kemudian tangan yang mengambil tanpa meminta, dan tangan yang paling rendah adalah tangan yang meminta-minta. Dan seperti itu juga kondisi tangan yang mencegah atau tidak mau berinfak, maka itu adalah tangan yang paling rendah. (lihat Al-Fathu hadits no. 1426)
- Hadist dari Abdullah Ibnu Umar menunjukkan bahwa disunnahkan untuk menjaga diri, yaitu tidak meminta-minta kepada manusia. Dan apabila mengharuskan mengambil, maka tidak mengambilnya kecuali dengan hati yang baik dan tanpa meminta-minta dan tidak berlebihan.
- Hadits dari Hakim bin Hizam yang mengulangi beberapa pertanyaan dan petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita beberapa hal, diantaranya:
- Selayaknya bagi seorang guru dan pendidik untuk tidak menerangkan kepada muridnya tentang mafsadah dari apa yang ia inginkan kecuali guru tersebut telah memenuhi kebutuhan si murid selama mafsadah tersebut bukan bagian dari larangan syar’i. Maka ia mengawalinya terlebih dahulu dengan memberikan apa yang diinginkannya sekalipun bertentangan dengan yang terbaik, kemudian ia menjelaskan kepadanya agar nasehat dan hidayah dapat masuk ke dalam hatinya.
- Bahwa seorang guru atau pendidik harus memberikan penjelasan dengan cara yang paling dekat, baik dekat secara hati atau dengan dengan pemikiran (mudah dipahami)
- Hakim bin Hizam adalah contoh yang sangat mengagumkan, ia tidak meminta apapun kepada seseorang sampai ia meninggal. Ini adalah contoh terbaik untuk mendidik jiwa seseorang agar menyelisihi hawa nafsunya.
Wallahu A’lam Bish-Shawab