Bertayammum Untuk Mengganti Mandi Wajib Karena Sakit

Barang siapa yang mendapatkan alasan syar’i atau sedang sakit, maka wajib bagi seseorang untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan kadar kemampuannya. Sungguh Allah ta’ala tidak membebankan seseorang dengan beban yang melebihi kemampuannya. Allah ta’ala berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)

Allah ta’ala juga berfirman,

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (At-Tagabhun: 16)

Dan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بشيء فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa yang aku larang untuk kalian maka tinggalkanlah dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian.” (Hadits riwayat Bukhary no. 7288 dan Muslim no. 1337)

Maka orang yang sakit melaksanakan kewajiban bersuci dan shalat sesuai dengan kadar kemampuannya dan gugurlah kewajiban yang memang ia tidak mampu untuk melaksanakan. Berkata Imam Ibnu Taimiyah,

“Barang siapa yang mendalami Al-Qur’an dan As-Sunnah ia pasti mendapati bahwa pembebanan syari’at disyaratkan dengan harus adanya kemampuan dalam masalah ilmu dan amal. Barangsiapa yang yang lemah dan tidak mampu dalam kedua hal tersebut, maka gugurlah apa yang ia tidak mampu untuk mengerjakannya. Oleh karena itu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

صل قائما. فإن لم تستطع فقاعدا، فإن لم تستطع فعلى جنب

“Shalatlah dengan berdiri. Jika engkau tidak mampu, maka duduklah. Jika engkau tidak mampu, maka berbaring miringlah.”

“Dan ini merupakan satu kaedah pokok.” (Majmu’ Fatawa Imam Ibnu Taimiyah 21/634)

Maka apabila seseorang tidak mampu berdiri untuk melaksankan mandi wajib, maka hendaknya ia mandi sesuai dengan kadar kemampuannya, misal dengan duduk di kursi. Seseorang tidak boleh mengganti mandi dengan tayammum kecuali ia memang benar-benar tidak mampu untuk melaksanakan mandi secara mutlak. Apabila seseorang memang secara mutlak tidak mampu untuk melaksankan mandi wajib, maka tidak mengapa baginya untuk mengganti denga tayammum. Berkata Ibnu Qathhan rahimahullah,

واتفقوا أن المريض الذي يؤذيه الماء، ويجده مع ذلك؛ أن له التيمم

“Para ulama’ telah bersepakat bahwa orang yang sakit dan tidak bisa terkena air, walaupun ia mendapatkan air, maka ia cukup dengan melaksanakan tayammum.” (Al-Iqna’ 1/92)

Tayamum karena junub sama halnya dengan tayammum untuk mengganti wudhu. Allah ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Al-Maidah: 6)

Dari Ammar bin Yasir ia berkata,

بعثني النبي صلى الله عليه وسلم في حاجة، فأجنبت، فلم أجد الماء، فتمرغت في الصعيد كما تمرغ الدابة، ثم أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت ذلك له، فقال: إنما كان يكفيك أن تقول بيديك هكذا، ثم ضرب بيديه الأرض ضربة واحدة، ثم مسح الشمال على اليمين وظاهر كفيه ووجهه

Rasulullah SAW mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka, aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian, aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi. Lalu, beliau bersabda, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini.’” Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian, beliau mengusap punggung telapak tangan kanannya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan kirinya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.” (Hadits riwayat Bukhari no. 347 dan Muslim no. 368)

Maka orang yang sakit apabila ia memang tidak mampu untuk menggunakan air, maka shalat dengan tayamum tetap sah baginya. Apabila ia telah sembuh dan mampu untuk menggunakan air, maka ia berhenti bertayammum dan tidak perlu mengulangi shalat yang telah ia kerjakan dengan tayammum. Imam Ibnu Mundir berkata,

أجمع أهل العلم على أن من تيمم صعيدا طيبا كما أمر الله، وصلى، ثم وجد الماء بعد خروج وقت الصلاة، لا إعادة عليه

“Para ahlul ilmu telah bersepakat bahwa seseorang yang bertayammum dengan tanah yang bersih sebagaiamana diperintahkan oleh Allah, kemudian ia melaksankan shalat. Saat ia menemukan air setelah shalatnya, maka ia tidak perlu mengulangi shalat yang ia kerjakan.” (Al-Ausath 2/63)

Wallahu A’lam