Diriwayatkan dari Asma’ binti Yazid r.a, bahwa ia berada di majelis Rasulullah saw. sementara kaum laki-laki dan wanita duduk di situ. Rasulullah berkata, “Barangkali seorang laki-laki menceritakan hubungan intim yang dilakukannya bersama isterinya? Barangkali seorang wanita menceritakan hubungan intim yang dilakukannya bersama suaminya?”
Orang-orang diam saja. Aku berkata, “Demi Allah, benar wahai Rasulullah! Sesungguhnya kaum wanita melakukan hal itu demikian juga kaum pria!”
Rasulullah saw. bersabda, “Jangan lakukan! sesungguhnya hal itu seperti syaitan laki-laki yang bertemu dengan syaitan perempuan di jalan lalu keduanya bersetubuh sementara orang-orang melihatnya,” (Hasan lighairihi, HR Ahmad [VI/456]).
Kandungan Bab:
- Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (VI/351), “Haram hukumnya atas suami isteri menceritakan hubugan intim yang mereka lakukan. Karena pelakunya termasuk manusia yang paling buruk. Kedudukan pelakunya seperti syaitan laki-laki yang bertemu dengan syaitan perempuan lalu keduanya berhubungan intim sementara orang-orang menyaksikannya merupakan dalil yang sangat jelas menunjukkan haramnya atas suami isteri menceritakan rahasia aktifitas seks yang mereka lakukan mulai dari hubungan badan dan pendahuluannya. Sebab (bila hanya dihukumi makruh) sekadar melakukan perkara yang makruh tidaklah menjadikan pelakunya menjadi orang-orang yang buruk, apalagi menjadi yang paling buruk. Demikian pula berhubungan intim di hadapan manusia tidak diragukan lagi keharamannya.”
- Asy-Syaukani melanjutkan lagi (VI/351), “Jika memang diperlukan atau ada faidah menceritakannya maka tidaklah makruh menceritakannya. Misalnya seorang wanita yang menggugat suaminya dan mengklaim si suami tidak mampu berhubungan intim atau semisalnya.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/44-45.