Jika seseorang melaksanakan mandi wajib baik karena junub atau karena telah selesainya masa haid dan nifas, maka mandi wajib ini terkandung di dalamnya wudhu. Dan ini adalah pendapat shahih dari kalangan ahlul ilmi. Mereka beranggapan bahwa hadats kecil terkandung di dalam hadats besar, sehingga apabila hadats besar telah diangkat dengan mandi, maka hadats kecil pun ikut terangkat.
Namun apabila mandi yang dilaksanakan adalah mandi sunnah, seperti mandi untuk shalat jum’at dan shalat ied, maka tidak terkandung di dalam mandi tersebut hukum wudhu. Imam Al-Kharasy seorang ulama madzhab Maliky berkata,
فإن اقتصر المتطهر على الغسل دون الوضوء أجزأه ، وهذا في الغسل الواجب ، أما غيره فلا يجزئ عن الوضوء ، ولا بد من الوضوء إذا أراد الصلاة
“Apabila seseorang mencukupkan diri dengan mandi tanpa berwudhu (untuk melaksanakan shalat) maka hal tersebut boleh. Namun ini hanya berlaku dalam mandi wajib, adapun mandi selainnya, maka tidak termasuk di dalamnya hukum berwudhu sehingga wajib baginya untuk berwudhu apabila hendak melaksanakan shalat.” (Syarah Mukhtashor Khalil 1/175)
Syaikh Bin Bazz juga berkata,
إذا كان الغسل عن الجنابة , ونوى المغتسل الحدثين : الأصغر والأكبر أجزأ عنهما , ولكن الأفضل أن يستنجي ثم يتوضأ ثم يكمل غسله ; اقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم , وهكذا الحائض والنفساء في الحكم المذكور .أما إن كان الغسل لغير ذلك ; كغسل الجمعة , وغسل التبرد والنظافة ، فلا يجزئ عن الوضوء ولو نوى ذلك ; لعدم الترتيب , وهو فرض من فروض الوضوء , ولعدم وجود طهارة كبرى تندرج فيها الطهارة الصغرى بالنية , كما في غسل الجنابة
“Jika mandi yang dikerjakan adalah mandi junub, kemudian ia niatkan untuk mengangkat dua hadats, hadats kecil dan besar, maka hal tersebut sudah cukup baginya. Akan tetapi lebih utama baginya untuk membersihkan kemaluannya terlebih dahulu, kemudian ia berwudhu dan menyempurnakannya dengan membasuh seluruh tubuhnya untuk mengikuti sunnah nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Dan seperti itu juga hukum bagi orang yang telah selesai masa haid dan nifasnya. Sedangkan jika mandi yang dilakukan adalah selain mandi wajib tersebut, seperti mandi jum’at dan mandi untuk membersihkan diri, maka di dalam mandi tersebut tidak terdapat hukum wudhu. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya salah satu kewajiban dalam berwudhu yaitu tartib (berurutan dalam membasuh) dan tidak adanya hadats besar yang dibersihkan sehingga hadats kecil pun tidak diangkat sebagaimana dalam mandi jinabah.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Bazz 10/173-174)
Oleh karena itu, apabila mandi yang dilaksanakan adalah mandi sunnah seperti mandi untuk shalat Jum’at atau shalat Ied, maka mandi tersebut tidak mencukupkan dari wudhu sehingga harus tetap berwudhu apabila hendak melaksankan shalat. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats sampai ia berwudlu.” (Shahih Abu Daud no. 60)
Dan sabdanya,
لا تُقْبَلُ صَلاةٌ بغيرِ طُهُورٍ
“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci.” (Hadits riwayat Muslim no. 224)
Syaikh Ibnu Utsaimin juga berkata,
إذا اغتسل بنية الوضوء ولم يتوضأ فإنه لا يجزئه عن الوضوء إلا إذا كان عن جنابة , فإن كان عن جنابة فإن الغسل يكفي عن الوضوء ، لقول الله تبارك وتعالى: ( وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا ) المائدة/6 ، ولم يذكر وضوءاً .أما إذا كان اغتسل للتبرد أو لغسل الجمعة أو لغسل مستحب فإنه لا يجزئه ؛ لأن غسله ليس عن حدث .
“Apabila seseorang mandi dengan niatan wudhu, kemudian ia tidak berwudhu, maka mandi tersebut tidak mengandung wudhu kecuali jika mandi tersebut adalah mandi junub. Apabila mandi junub, maka terkandung di dalamnya wudhu sebagaimana firman-Nya,
“Dan jika kalian junub maka mandilah.” (Al-Maidah: 6)
“Di dalam ayat tersebut tidak diperintahkan untuk wudhu. Namun apabila mandi tersebut untuk mendinginkan tubuh atau mandi yang disunahkan, maka tidak wudhu tidak terkandung di dalam mandi tersebut karena mandi tersebut bukan mandi untuk mengangkat hadats.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh no. 109 pertanyaan no. 14)
Diterjemahkan dan diringkas dari
https://islamqa.info/ar/answers/99543/هل-يجزى-الغسل-عن-الوضوء