Kejahatan dan Kebajikan

Allah ta’ala berfirman,

وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِه مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِه مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ

“Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini dari sisi Allah,’ dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, ‘Ini dari engkau (Muham-mad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)? Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

Kalau ada yang bertanya, “Bagaimana korelasi antara kedua dalil tersebut?” Yaitu firman-Nya, “Semua (datang) dari sisi Allah.” Dengan firman-Nya, “Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

Jawabannya adalah firman Allah, “Semua (datang) dari sisi Allah.” Menunjukkan bawa kesuburan dan kegersangan, kemenangan dan kekalahan, semuanya berasal dari Allah. Sedangkan firman-Nya, “Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Berarti bahwa segala kejahatan yang menimpa kamu dari sisi Allah, adalah akibat dari dosamu sebagai hukuman untukmu. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)

Yang dimaksud dengan kebaikan di sini adalah kenikmatan. Sedangkan kejahatan artinya bala bencana. Demikian menurut pendapat yang paling benar.

Allah Tidak Menciptakan Keburukan Yang Murni

Firman Allah berikut, “Apa saja kebaikan/nikmat yang kamu peroleh.” dan “Dan apa saja keburukan/bencana yang menimpamu.” Sama dengan firman-Nya, “dan jika mereka memperoleh kebaikan.” Dan firman-Nya, “kalau mereka ditimpa sesuatu keburukan/bencana mereka.” Allah ta’ala membedakan antara kebaikan yang berarti kenikmatan, dan keburukan yang berarti musibah. Allah menegaskan bahwa kebaikan berasal dari-Nya, dan keburukan dari diri manusia sendiri. Karena kebaikan itu disandarkan kepada Allah. Karena dari sisi manapun Allah memang telah berbuat kebaikan. Dan ditinjau dari sudut manapun kebaikan itu, pasti harus disandarkan kepada Allah juga. Sedangkan keburukan, hanya diciptakan Allah karena adanya suatu hikmah. Dilihat dari sudut itu, Allah telah berbuat baik. Allah sama sekali tidak pernah berbuat keburukan. Segala perbuatan-Nya baik dan bagus. Oleh karena itu di dalam istiftah, Nabi Shalallahu alaihi wa sallam berucap,

والخير كله بيديك والشر ليس إليك

“Seluruh kebaikan di kedua tanganMu, kejelekan tidak dinisbahkan kepada-Mu.” (Hadits riwayat Muslim 771)

Artinya bahwa Allah tidaklah menciptakan keburukan yang murni. Tetapi segala yang diciptakan pasti memiliki hikmah. Pada sisi itu, ia termasuk juga kebaikan. Namun bagi sebagian manusia, terkadang ia mengandung keburukan. Itu disebut keburukan parsial yang relatif. Adapun keburukan yang absolut atau bersifat menyeluruh, sungguh Allah terhindar dari hal semacam itu. Itulah yang dimaksud dengan keburukan yang tidak disandarkan kepada-Nya. Oleh sebab itu, keburukan tidak pernah disandarkan kepada Allah secara mutlak, kecuali dengan adanya tambahan kriteria yang lain. Keburukan disandarkan kepada Allah dalam keumuman para makhluk-Nya, seperti firman-Nya,

اَللّٰهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۙوَّهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ وَّكِيْلٌ

“Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.” (Az-Zumar: 62)

كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ

“Semuanya (datang) dari sisi Allah.” (An-Nisa’: 78)

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ

“Dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan.” (Al-Falaq: 2)

Apabila Allah menciptakan sesuatu yang mengganggu makhluk hidup, tidak berarti di dalamnya tidak terkandung hikmah. Bahkan Allah memiliki rahmat dan hikmah yang hanya diketahui kadarnya oleh Allah sendiri. Apabila terjadi di antara makhluk-Nya keburukan yang bersifat parsial dan relative, ridaklah berarti hal itu keburukan yang absolut dan menyeluruh. Justru secara umum dan universal, segala perkara hanya akan menjadi kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.

Sumber: Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Hammad Al-Ghunaimi, Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Dasar-dasar Aqidah menurut ulama salaf. Penerbit Pustaka Tibyan, Solo