Ilmu Allah Bersifat Qadim

Matan

وَعَلَىٰ العَبْدِ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ سَبَقَ عِلْمُهُ فِي كُلِّ كَائِنٍ مِنْ خَلْقِهِ، فَقَدَّرَ ذَلِكَ بِمَشِيئَتِهِ تَقْدِيرًا مُحْكَمًا مُبْرَمًا، لَيْسَ فِيهِ نَاقِضٌ، وَلَا مُعَقِّبٌ وَلَا مُزِيلٌ وَلَا مُغَيِّرٌ وَلَامُحَوِّلٌ، وَلَا زَائِدٌ وَلَا نَاقِصٌ مِنْ خَلْقِهِ فِي سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضِهِ

Wajib bagi setiap hamba mengetahui bahwa ilmu Allah telah mendahului segala sesuatu yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Dia telah menentukan takdir yang baku yang tak bisa berubah. Tak ada seorang makhluk pun baik di langit maupun di bumi yang dapat membatalkan, meralatnya, menghilangkannya, mengubahnya, mengurangi, ataupun menambahnya.

Keterangan

Hal ini menunjukkan bahwa ilmu Allah Ta’ala telah mendahului segala makhluk. Bahwa Allah telah menetapkan takdir-takdir mereka sebelum menciptakannya. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرُ الخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah menetapkan takdir-takdir para makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan mereka. Sedangkan kala itu ‘Arys-Nya berada di atas air.” (Hadits Riwayat Muslim no. 2653)

Maka sudah dapat dimaklumi, bahwa Allah telah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi di dunia ini dalam batas waktunya. Selaras dengan ke-Maha Bijaksanaan-Nya, terjadilah segala sesuatu itu sebagaimana adanya. Sesungguhnya eksistensi segala sesuatu itu mengandung berbagai keajaiban penuh hikmah, tak dapat dibayangkan penciptaannya, melainkan dari sisi Yang Maha Mengetahui yang memiliki ilmu yang bersifat Qadim atas segala sesuatu sebelum diciptakan. Allah berfirman,

اَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيۡفُ الۡخَبِيۡرُ

“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.” (Al-Mulk: 14)

Kaum Mu’tazilah militant menolak bahwa Allah itu Maha Mengetahui sebelum segala sesuatu tercipta. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah mengetahui perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya sebelum mereka melakukannya!” Sungguh Maha Suci Allah dari apa yang mereka lontarkan karena kesombongan dan ketakaburan mereka. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Debatlah kaum Qadariyah dengan ilmi. Kalau akhirnya mereka mengingkari, berarti mereka kafir.” Allah mengetahui bahwa si Fullan mampu beramal dan melakukan sebisanya, maka Allah memberinya pahala. Si Fulan mampu, namun tidak beramal sesuai dengan kemampuannya, maka Allah menyiksanya. Allah menyiksanya semata-mata karena ia mampu beramal namun tidak beramal. Allah telah mengetahui hal itu pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mampu, ia tidak diperintahkan dan tidak akan disiksa karena ketidakmampuannya.

Wallahu A’lam Bish-Shawab

Sumber: Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Hammad Al-Ghunaimi, Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Dasar-dasar Aqidah menurut ulama salaf. Penerbit Pustaka Tibyan, Solo