Takdir Tidak Menafikan Usaha

Matan

وما أخطأ العبد لم يكن ليصيبه وما أصابه لم يكن ليخطئه

“Sesuatu yang tidak ditakdirkan kepada seseorang, maka sesuatu tersebut tidak akan menimpanya. Dan sesuatu yang telah ditakdirkan untuk mengenai seorang hamba, tidak akan pernah meleset.”

Keterangan

Ini berdasarkan apa yang telah dijelaskan, bahwa sesuatu yang telah ditakdirkan pasti akan terjadi dan tidak akan pernah meleset. Sungguh bagus apa yang telah dilantunkan oleh seorang penyair:

اقنع بما ترزق ياذا الفتى          فليس ينسى ربنا نمله
إن أقبل الدهر فقم قائما            وإن تولى مدبرا نم له

“Puaslah denga napa yang menjadi rizkimu wahau pemuda, Rabb kita tidak akan lupa bahkan kepada seekor semut sekalipun.

Bila datang waktunya, bangkitlah untuk menyambut. Dan apabila ia pergi berpaling, maka lupakan dan ikhlaskanlah.”

Sebagian orang berperasangka bahwa bertawakkal itu menafikan usaha dan meniadakan sebab musabab. Bahwa segala urusan yang telah ditakdirkan tidak butuh dengan ikhtiar dan usaha. Ini adalah pendapat yang salah. Karena usaha uty ada yang wajib dan ada juga yang mustahab, ada yang mubah dan ada juga yang makruh, bahkan ada juga yang haram. Sesungguhnya Nabi sendiri adalah yang paling utama dalam bertawakkal. Namun beliau juga mengenakan baju besi, mencari nafkah di pasar. Sehingga orang-orang kafir berkata,

مَالِ هٰذَا الرَّسُوۡلِ يَاۡكُلُ الطَّعَامَ وَيَمۡشِىۡ فِى الۡاَسۡوَاقِ‌

“Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (Al-Furqan: 7)

Oleh sebab itu, banyak kita mendapati mereka yang berkeyakinan bahwa bertawakal itu meniadakan usaha, mereka mengais rezeki dari tangan orang yang mengasihani mereka. Baik lewat sedekah, hadiah, dan tak jarang lewat pemerasan di jalan.

Ruang Lingkup Iman Kepada Takdir

Menakdirkan berarti menentukan ukuran yang juga identic dengan mengenal; yang meliputi lima pokok, yaitu:

Pertama, takdir menunjukkan bahwa Allah mengetahui perkara-perkara yang akan ditakdirkan sebelum diciptakan. Hal ini membuktikan bahwa ilmu Allah yang qadim (tidak memiliki awal) dan sekaligus merupakan bantahan terhadap mereka yang mengingkari imu Allah yang Qadim.

Kedua, takdir meliputi penetapan ukuran-ukuran makhluk. Yang dimaksud ukuran disini adalah karakter yang menjadi kekhususannya. Karena Allah telah menentukan ukuran bagi segala sesuatu. Allah berfirman,

وَخَلَقَ كُلَّ شَىۡءٍ فَقَدَّرَه تَقۡدِيۡرًا

“Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (Al-Furqan: 2)

Menciptakan juga berarti menentukan takdirnya. Mentakdirkan sesuatu itu sendiri dengan cara menentukan dan menetapkan ukurannya sebelum ia diciptakan. Ketika Allah telah menetapkan pada setiap makhluk ukuran yang menjadi kekhususannya dalam kuantitas dan kualitasnya, itu merupakan bukti yang paling kongkrit bahwa Allah mengenal perkara-perkara yang sangat detail dan khusus.

Ketiga, takdir juga meliputi bahwa Allah telah mengabarkan dan menampakkan hal itu sebelum terciptanya para makhuk dengan sangat terperinci. Konsekuensinya, Allah juga mengajarkan kepada para hamba-hamba-Nya perkara-perkara yang belum ada dengan sangat terperinci. Secara tersirat, hal itu mengindikasikan bahwa Sang Pencipta lebih pantas memiliki ilmu tersebut. Karena jika Allah mampu mengajarkannya kepada hamba-hamba-Nya, bagaimana mungkin Dia sendiri tidak mengetahuinya.

Keempat, takdir juga meliputi bahwa Allah memilih apa yang Dia perbuat. Mencipta dengan kehendak dan keinginan-Nya, bukan merupakan keharusan bagi diri-Nya.

Kelima, takdir itu juga menunjukkan bahwa sesuatu yang ditakdirkan itu adalah makhluk yang baru. Setelah sebelumnya tidak ada, Allah menakdirkan kemudian menciptakannya.

Wallahu A’lam bis-Shawab